Logika Berpikir Terbalik: Kisah Lucu dari Dunia Politik

Sudirman Said, Menteri ESDM melaporkan Setya Novanto, Ketua DPR ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), yang kasusnya dikenal dengan istilah "Papa Minta Saham." Masyarakat banyak yang mendukung langkah Sudirman Said dan merasa Sudirman Said-lah pihak yang benar. Tapi judul-judul berita di media online ini membuat pembaca tertawa (setidaknya tersenyum). Dunia politik ternyata tak hanya berisi berita "menyeramkan" tapi juga berita-berita lucu:

  1. Logika Terbalik Dewan Terhormat - Setya Novanto Sudah Memaafkan Kelalaian Sudirman Said
  2. Setya Novanto Menyatakan Telah Memaafkan Sudirman Said
  3. Setya Novanto Mengaku Memaafkan Sudirman Said
  4. Setya Novanto Siap Memaafkan Sudirman Said, Kenapa?
  5. Setya Novanto: Sudirman Said Khilaf
  6. Setya Novanto Tunggu Sudirman Said Minta Maaf
  7. Setya Novanto: Mungkin Sudirman Said Khilaf 
  8. Ketua DPR: Sudirman Said Khilaf
  9. Tak Akan Lapor Ke Polisi, Novanto: Saya Maafkan Sudirman Said
  10.  Setya Novanto: Sudirman Said Khilaf, Setelah Selesai Saya Maafkan

Kita lihat saja bagaimana akhir kasus ini. Siapa yang benar, siapa yang salah. Siapa yang sebenarnya lebih pantas mengatakan "Saya akan memaafkan..."

Penulis jadi membayangkan seperti ini, bagaimana reaksi Anda jika penulis melakukan kesalahan (misal mengendarai motor dan ngebut lalu menabrak mobil Anda yang berhenti karena lampu lalu lintas sedang merah hingga mobil Anda penyok), penulis lalu turun dari motor dan menghampiri Anda "Tidak masalah Pak, saya memaafkan Anda", lalu penulis berlalu dengan motor, seolah tidak bersalah.

Catatan Penulis tentang Media (Tribun News)

Saat online, hal pertama yang penulis lakukan adalah cek email di Yahoo. Sambil cek email, penulis baca berita dari tautan yang disediakan Yahoo, biasanya tautan ke koran Tribun, Liputan 6, Tempo, dan juga yang lain. Yang paling sering (banyak) adalah tautan ke Tribun. Dari seringnya membaca berita yang disajikan Tribun, penulis membuat catatan ini. 

Media di dunia maya memang berlomba-lomba mencari traffic (kunjungan ke situsnya) sebanyak mungkin. Kalau di dunbia televisi, istilahnya rating. Tapi yang dilakukan Tribun, menurut penulis, bukan meningkatkan pagerank malah akan menurunkan kredibilitas media ini.

Judul heboh merupakan salah satu daya tarik. Tapi terkadang judul heboh ini sudah keterlaluan sehingga banyak pembaca yang terkecoh dan marah.

Misalkan saja judul berita seperti ini (silakan klik untuk membacanya): Perempuan 140 Tahun Habiskan Uang Bupati Purwakarta untuk Makan

Mari kita lihat komentar pembacanya:

Untuk memperbesar tampilan, silakan klik pada gambar




Selain mengomentari penggunaan judul yang kurang tepat, pembaca juga sering menemukan wartawan menulis berita (kadang menerjemahkan berita dari media luar) seolah tanpa pikir (mengesampingkan fakta). Lolos dari penulis berita atau penerjemah berita, harusnya ada editor yang memeriksa. Dalam kasus nenek ini, usia nenek 140 tahun, usia anaknya 55 tahun, artinya nenek melahirkan anaknya saat ia berusia 85 tahun! Usia 85 tahun belum menopause (mungkin rekor dunia perempuan tertua yang melahirkan). 

Judul di atas belum terlalu heboh, penulis pernah membaca judul yang lebih heboh. Judul persisnya lupa, tapi kurang lebih seperti ini "Seorang Pemuda Tewas Usai Memancing Ikan."

Penulis penasaran ingin tahu apa penyebab pemuda itu tewas. Dalam benak penulis, mungkin ia meninggal karena tersengat listrik, jatuh ke sungai tapi tidak bisa berenang. Tahu apa isi beritanya? Sebelum memancing pemuda itu minum miras oplosan!

Ada lagi yang tak kalah heboh.  Kalimat judulnya kurang lebih seperti ini "Tim SAR Menyelamatkan, Keluarga Membunuhnya." Yang terlintas di benak penulis, "Wah... sadis sekali keluarga ini..." Setelah baca beritanya, apa sebenarnya yang terjadi. Sang anak terjatuh ke lubang, lalu diselamatkan. Setelah itu regu penyelamat ingin membawa sang anak ke rumah sakit untuk dirawat, keluarga mengatakan tidak perlu karena merasa keadaan anaknya baik-baik saja (mereka rawat sendiri). Akhirnya sang anak meninggal. 

Wuih... kalimat judulnya sadis banget. Kedua berita ini sudah penulis cari dengan bantuan Google, tapi belum ketemu (kalau ketemu akan dipasang di sini).


Berita dipecah jadi beberapa halaman (untuk menaikkan traffic). Bukan 2-3 halaman, tapi bisa sampai mendekati 10 halaman (yang mendekati 10 halaman belum penulis temukan). Tapi coba lihat deh berita yang dibuat jadi 5 halaman ini. Klik saja: Toloong. . Ada Satpam Cantik! Netizen Heboh di Instagram, Namanya Rima Efriani Melati

Sekali lagi tentang konsistensi judul dan isi. Coba klik ini: Jokowi Batal Tidur di Kamar President Suite Bertarif Rp 6,5 Juta /Semalam

Berita ini lebih condong sebagai iklan hotel. Simak komentar pembaca: 

Untuk memperbesar tampilan, silakan klik pada gambar






Berikut judul berita yang isinya sampai 8 halaman:

Ada berita yang dipecah sampai sekian halaman, halaman terakhirnya berisi 1 kalimat saja, padahal kalimat itu bisa saja digabungkan di halaman sebelumnya (buat 1 halaman lagi hanya untuk 1 kalimat). Misalnya berita ini: MUI: Tak Punya Ongkos, Berkursi Roda, Gagal Ginjal dan Hamil Tidak Wajib Haji (yang dipecah jadi 3 halaman, coba Anda klik halaman 3, isinya hanya 1 kalimat saja).

Pengunggah Rekaman CCTV ke YouTube Terancam Hukuman Pidana???

Berita-berita di media membuat penulis bingung. Sudah mencoba membaca berkali-kali, tapi tetap tak mampu memahami logika berpikir orang-orang hebat yang disebutkan dalam pemberitaan. Mungkin tingkat pendidikan dan pengetahuan tentang hukum yang penulis miliki jauuuh di bawah mereka.

Setahu penulis, memang ada aturan/ hukum dan juga norma yang berlaku di masyarakat yang sudah kita sepakati. Tapi, menurut penulis, semua itu bukan harga mati. Pada keadaan tertentu, aturan tersebut "boleh dilanggar" untuk kepentingan yang lebih besar (lebih penting).

Anda mungkin pernah dengar nasihat orangtua bahwa jika sedang makan (mulut dalam keadaan penuh makanan), kita tidak boleh ngomong (akibatnya makanan di mulut bisa muncrat keluar, terlihat tidak sopan, kita bisa tersedak,...). Kita semua sepakat dengan aturan ini. Tapi apakah aturan ini "ngomong saat mulut terisi makanan" adalah harga mati??? Jika melanggar kita haarus dihukum???

Penulis teringat sebuah cerita humor (kartun) tentang ini. Seorang anak mulutnya penuh makanan akan bicara pada ayahnya. "Ayah..." tapi sebelum anak itu mengucapkan kelanjutan kalimatnya, sang ayah sudah memotong "Habiskan dulu makanan di dalam mulut, barulah bicara," kata sang ayah.

Si anak pun dengan patuh mengunyah makanannya, menelan makanan, lalu minum. Setelah melihat mulut anaknya sudah kosong, barulah ayahnya bicara "Nah... sekarang mulutmu sudah kosong, silakan bicara..." lanjut sang ayah.

"Tadi saya lihat adik tercebur ke sumur..." kata sang anak.

Ayah: "#$%&*^@?...."


Kebingungan ini terjadi saat penulis membaca berita (klik saja) "Fadli Zon Sarankan Setya Novanto Laporkan Perekam Pembicaraan ke Polisi."

Dalam pemberitaan di media bisa ditarik kesimpulan "merekam pembicaraan (termasuk video) dan mempublikasikannya adalah pelanggaran hukum."

Penulis jadi teringat draft RUU perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), silakan klik: "Lima Pasal dalam RUU KPK yang Disusun DPR". Salah satu yang ditentang masyarakat antikorupsi adalah permintaan izin ketua pengadilan negeri sebelum melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan. Hmmm... apakah hasilnya KPK semakin kuat atau semakin lemah jika usulan ini disahkan?

Jika Anda pernah menyaksikan berita kriminal di TV (penggrebekan judi sabung ayam, penggrebekan judi, sampai narkoba,...), cukup sering diberitakan penggrebekan gagal dan diperkiraan info akan diadakan razia ini sudah bocor. Penulis jadi bertanya-tanya, apakah sebelum penggrebekan (saat merencanakan sampai memutuskan) dilakukan di tempat terbuka seperti warung kopi, di mal, atau di pasar? Apakah info ini disebarluaskan kepada umum? Tentu jawabnya tidak! Nah...yang begitu saja bisa bocor (kasus yang relatif kecil). Bagaimana jika minta izin untuk menyadap kasus besar seperti korupsi yang melibatkan pejabat negara yang punya uang dan kekuasaan? Itu artinya ada pihak lain, selain KPK yang tahu rencana penyadapan. Menurut penulis, semakin sedikit yang tahu infonya, semakin baik.

Jika perekam pembicaraan SN dengan petinggi Freeport yang dianggap lebih penting (kasus perekam yang dipidakan lebih diutamakan) atau bahkan kasus yang dikenal dengan istilah #PapaMintaSaham justru menghilang, bersiaplah para pengunggah video ke YouTube atau acara TV CCTV.

Semua rekaman CCTV (yang biasanya banyak membantu pengungkapan kasus kriminal) semuanya merekam tanpa izin. 

Waktu berselancar di dunia maya, penulis menemukan gambar yang selaras dengan tulisan ini




Logika berpikir penulis. Memang sih...kita tidak ingin tingkah laku kita (dan suara kita) direkam. Tapi...jika kita melakukan kebaikan (misal kita tulus menolong orang yang kecelakaan atau kita memberi sedekah kepada fakir miskin), meski kita tidak ingin kebaikan kita dipublikasikan, penulis rasa, kita tidak akan marah apalagi menuntut ketika ternyata ada yang merekam dan mempublikasikan tanpa setahu kita. 

Tapi sebaliknya: kita mencuri mangga tetangga, ada yang merekam, lalu mengunggahnya ke YouTube, kita mungkin akan mengamuk. 

Bandingkan 2 rekaman video asusila berikut ini:

Pertama: pasangan suami istri sedang melakukan hubungan suami istri di rumahnya, ada yang rekam lalu publikasikan.

Kedua: bukan pasangan resmi (berselingkuh), ada yang rekam dan mempublikasikan.

Mana yang seharusnya dipidanakan? Apakah perekam pada kasus pertama atau kedua? Pada kasus kedua (memang perekam melanggar UU ITE), tapi apakah lantas perekam itu yang harus dihukum, sedangkan pasangan yang berselingkuh dibebaskan karena mereka korban (korban yang dipermalukan karena video mesum mereka dipublikasikan)? Lantas, bagaimana seandainya perekam dalam kasus kedua adalah suami dari perempuan yang berselingkuh? Suami itu diproses secara hukum, sedangkan sang istri dan selingkuhnya dibebaskan karena merupakan korban?

Bagaimana cara agar rekaman CCTV yang biasanya dijadikan bukti untuk menangkap pelaku kejahatan tidak membuat pemilik CCTV terkena pasal pidana? Mencari pelaku kejahatan lalu minta izin agar rekaman tersebut boleh diserahkan kepada polisi? Jika tidak diizinkan, hapus rekaman itu? 

Penulis jadi berpikir, kalau begitu, apa gunanya CCTV dibuat, lalu diperjualbelikan?


Jika pejabat yang baik (misal tidak korup, tidak bisa disuap), di depan umum, di tempat tersembunyi dan jauh dari keramaian, direkam ataupun tidak, siang atau malam, di darat (di dalam mobil mewah), di laut (dalam kapal pesiar), di udara (dalam jet pribadi), bahkan di bunker bawah tanah sekalipun, saat akan disuap jawabannya tetap sama: TIDAK.

Jika dalih dijebak bisa dipakai untuk menghindar dari sanksi hukum, para pengedar narkoba yang tertangkap karena dijebak (polisi menyamar jadi pembeli), pengedar narkoba juga bisa menggunakan alasan sama, "Saya merasa dijebak. Coba kalau calon pembeli tadi saat SMS atau telepon bilang ia polisi, pasti saya tidak akan ketemu dan menjual narkoba ke dia.

Bagaimana???

Dulu dan Sekarang...

Gambar sebelah kiri adalah dulu dan sebelah kanan adalah sekarang. Perubahan yang terjadi seiring berjalannya waktu...


Untuk memperbesar tampilan, silakan klik pada gambar












Tambahan (klik saja):



Nilailah Manusia Hanya dari Tindakannya...





"Kita semua tidak bisa memilih akan terlahir sebagai suku/ ras mana, agama apa, warna kulit apa, di negara mana..."

Kamu Masih Mengeluh Saat Diantar ke Sekolah???

 Kisah Gadis Kecil Menggendong Adiknya di Kelas Bikin Orang Menangis




TRIBUNSUMSEL.COM - Sebuah foto berjudul "younger brother is going to sleep" menjadi perbicangan di media sosial.

Banyak yang mengatakan mereka meneteskan air mata setelah melihatnya.

Beberapa bahkan mencoba untuk memberikan bantuan keuangan kepada gadis itu.

Dilansir Shanghaiist, Senin (9/11/2015), Sang Fotografer Lu Qixing, mengatakan foto ini diambil pada 29 Juli di sebuah kelas sekolah dasar di Shanjiang Town, Fenghuang, Hunan, Tiongkok.

Foto itu memperlihatkan sepasang kakak adik di sebuah pedesaan.

Seorang gadis berumur sekitar 8 tahun, terlihat memeluk adiknya yang berusia 2 tahun, dengan latar belakang di kelas. Karena adiknya mengantuk sang kakak yang sedang belajar di kelas dengan cepat menggendongnya.

Lu mengatakan orang tua gadis itu telah pergi keluar kota untuk bekerja, sedangkan kakek-neneknya harus bekerja di sawah.

Oleh karena itu gadis ini membawa saudaranya ke sekolah.

Karena gizi buruk, kepala anak kecil itu tampak besar.

Menurut Wu Jianhui, guru kontrak yang membantu untuk meningkatkan pendidikan di daerah terpencil, gadis itu duduk di kelas dua.

Ia mengatakan situasi seperti itu umum terjad di Jiangshan Town, sebuah kota dengan penduduk minoritas Miao.

Ada sepasang kakak adik di pedesaan: seorang gadis berumur sekitar 7-8 tahun, memeluk anak berusia 2 tahun, dengan latar belakang di kelas.

Seperti di foto, si adik mengantuk, dan si kakak yang sedang di tengah-tengah pelajaran pun buru-buru menggendong adiknya.

Foto ini seketika menginfeksi banyak pengguna jejaring sosial, bahkan ada yang mencoba untuk mensubsidi gadis ini.

Foto itu diambil di sebuah sekolah dasar di Hunan, Cina.

Gadis ini bernama Long Zhang Huan, tahun ini genap 10 tahun, dan adiknya berumur 2 tahun.

Kedua orang tuanya bekerja di provinsi lain, kakek neneknya adalah petani, maka ia membawa adiknya masuk ke kelas.

Gizi nya yang tak seimbang, hingga si adik kepalanya tampak lebih besar.

Sumber: Tribun




Presiden Bekerja, Saya Berwisata, dan Mereka Sibuk Mencela

Waktu berselancar di dunia maya (FaceBook), penulis menemukan tulisan ini. Karena merasa bagus, penulis copy paste (hanya edit kesalahan bahasa-nya), dan sekarang di-posting ke blog, selamat membaca...


"Teruslah Bekerja untuk Mengejar Ketertinggalan"

Mungkin kalimat di atas yang ada dalam pikiran Pak Jokowi ketika melihat padatnya aktivitas beliau meskipun weekend telah tiba. 

Besok saya berencana ingin berenang menikmati akhir pekan, sambil jalan-jalan menikmati pemandangan di sekitar lokasi Wisata Bahari Lamongan (WBL).

Setelah tahu bahwasanya Pak Jokowi sore ini bertolak dari Halim Perdanakusuma untuk melakukan kunjungan kerja ke provinsi Lampung, saya mendadak lemas dan terheran-heran.

Bagaimana tidak, setelah weekend lalu tetap bekerja mengunjungi Suku Anak Dalam di Jambi, kemudian lanjut menangani kabut asap, dan kini beliau kembali menggunakan hari liburnya untuk meninjau galangan kapal dan proyek jalan Tol Trans Sumatera agar berjalan dengan baik dan sesuai target.

"Kenapa harus weekend sih kunjunganya Pak....?"

Ngapain juga sih Pak harus capek turun tangan sendiri, 'kan ada menteri-menteri tinggal diperintahkan saja sambil menikmati liburan di Istana atau di Puncak, nanti juga dapat laporannya. 'kan enak sih Pak....?

Ah,,, tapi susah bilangin Pak Jokowi yang keras kepala. Kalau sudah maunya ya maunya. Saya positive thinking aja mungkin karena Bbapak sebelumnya sudah berjanji akan terus mengawal semua proyek secara langsung.

Saya ingat sebelumnya Bapak telah melakukan pengecekan proyek ruas jalan Tol Trans Sumatera ini di bulan Juni 2015 lalu.

"Jangan dipikir setelah groundbreaking tidak ada pengecekan," kata Pak Jokowi saat mengecek ruas jalan Tol Trans Sumatera bulan Juni 2015.

Pak, saya tahu Bapak bukan orang yang suka laporan ABS (asalkan bapak senang). Tapi setidaknya lakukanlah kunjungan kerja itu saat hari kerja Pak, bukan pas weekend. Ketika banyak yang suka korupsi waktu kerja buat istirahat dan senang-senang, justru bapak malah korupsi waktu istirahat dibuat bekerja.

Bagaimana jika bapak sakit dan sistem pemerintahan terganggu? 250 juta lebih penduduk akan jadi taruhanya lho Ppak. Tapi semoga aja Bapak selalu sehat menjalankan tugas.

Mohon agar bapak jaga kesehatan ya, meskipun Ibu Iriana selalu ikut mendampingi dan melayani Bapak untuk memastikan kondisi Bapak di setiap padatnya kunjungan kerja.

Jujur ada perasaan yang kurang enak, jika di saat weekend Bapak selalu bekerja, saya justru malah pengen bersenang-senang menikmati liburan, apalagi ada yang tega menghujat dan membenci bapak tanpa menyikapi permasalahan yang ada dengan bijak. Miriss rasanya... ;((

Memang bangsa ini terlalu banyak masalah dan itu harus dikerjakan dengan keras dan sungguh-sungguh. Bangsa ini juga sudah terlampau jauh tertinggal kereta akibat terlalu santai dalam bekerja. Mungkin karena itu Bapak harus berlari untuk mengejar ketertinggalannya. Bukan dengan cara santai sambil menggoyangkan kaki di Puncak atau di Istana.

Mungkin kebaikan Bapak tidak pernah dilihat oleh para pembenci. Mereka hanya dapat melihat kekurangan Bapak yang sebenarnya itu ada dalam diri setiap manusia. Tidak jarang juga mereka mencari kejelekan Bapak yang dibuat-buat. Anehnya Bapak tidak pernah marah dan selalu menyikapinya dengan sabar.

Saya yakin bahwa kebenaran dan kebaikan tidak akan dapat dikalahkan oleh fitnah dan kemungkaran. Apalagi kesabaran yang Bapak miliki, sudah tentu akan menambah kecintaan-Nya terhadap Bapak. Karena orang-orang yang sabar akan disayang Tuhan. Belum lagi sifat rendah hati dan taatnya Bapak kepada orang tua. Sungguh luar biasa.

Di saat mereka sibuk mencela, Bapak tetap bekerja. 

Di saat saya ingin berwisata, Bapak juga tetap bekerja. Hmmm... tak bisa membayangkan Pak.

Teruslah berjuang Pak Presiden! Memang Bapak adalah 'pelayan' rakyat. Semoga Bapak termasuk orang yang disayang Tuhan.

Salam hormat untuk Pak Presiden.




abcs