Kapan Rakyat Boleh Melihat Raport Anggota Dewan???

Bagi penulis, anggota dewan yang terhormat di Senayan sana seperti anak kita. Kita biaya mereka (gaji mereka dari pajak yang dibayar rakyat) dan boleh dong... kalau kita tahu bagaimana nilai raport anak kita yang telah kita sekolahkan? Selama ini, kita hanya bayar uang sekolah saja tanpa tahu nilai raport-nya.

Atau bisa juga mirip pemilik perusahaan dan karyawan. Kita sebagai pemilik perusahaan, anggota dewan sebagai karyawan kita, yang kita tugaskan di gedung DPR. Seharusnsya kita diperbolehkan melihat "raport" yang berisi laporan kinerja karyawan kita selama 1 tahun. Jika kinerjanya bagus, tetap kita gaji dan kita tempatkan di gedung DPR untuk memperjuangkan aspirasi kita. Jika tidak, kita cari karyawan baru yang berkualitas lebih bagus. Bagaimana menurut Anda?

Seharusnya, setiap tahun media massa diberi nilai raport (laporan kinerja anggota dewan) selama 1 tahun untuk dimuat di koran/ majalah dan juga media online agar semua rakyat bisa tahu nilai anggota dewan yang mewakili mereka dan sudah mereka gaji. 

Ibarat anak kita yang bersekolah, sebagai orangtua, kita menerima raport (anak kita malah setahun 2 kali terima raport). Berapa nilai agamanya, nilai bahasa Indonesia, Pendidikan Kewarganegaraan, dan lain-lain, juga nilai lain (berapa hari tidak masuk karena sakit, izin, atau alpa).

Selama ini, kita hanya bisa melihat "sebagian nilai" itu dari media massa. Misalkan:

  1. Saat sidang, seharusnya dihadiri 500 orang, yang hadir hanya 300 orang (banyak sekali kursi kosong).
  2. Foto atau tayangan TV, ketika sidang: ada yang asyik ngobrol dengan teman di sebelahnya, ada yang sibuk baca koran/ majalah, memainkan gadget-nya, tertidur, bahkan ada yang sempat-sempatnya menonton film porno dari gadget-nya.
  3. Ada yang ke luar negeri (konon katanya studi banding, tapi membawa anggota keluarga) tapi waktu yang digunakan lebih banyak untuk shopping dan pelesir daripada kerja.

Jika hal ini bisa terlaksana, tiap tahun kita bisa melihat nilai raport para anggota dewan yang terhormat, yang katanya menjadi wakil kita.

Dengan melihat raport-nya, nantai kita bisa tahu:
  1. Anggota dewan dari partai mana yang paling sering bolos saat sidang dan sebaliknya.
  2. Anggota dewan dari partai mana yang sedikit kerjanya dan sebaliknya.
  3. Anggota dewan mana yang rajin dan mana yang malas (ada nilai absensi/ kehadiran di sidang per orang). Ibarat sekolah, dalam setahun seharusnya 250 hari sekolah, kita bisa tahu berapa hari "anak kita" tersebut sekolah.
  4. Siapa saja 50 besar yang paling sering ikut sidang, 50 besar yang paling sering bolos.
  5. Siapa yang sering tidak masuk karena sakit, karena izin, karena alpa. Yang sering sakit, sebaiknya tak perlu dipilih lagi, cari anggota dewan yang lebih sehat. Yang sering izin untuk urusan keluarga atau bisnisnya, kita ganti dengan yang lain agar mereka bisa konsentrasi urus keluarga dan bisnisnya. Yang sering bolos/ alpa, jangan dipilih lagi. 

Dengan melihat raport ini, kita bisa menentukan mana anggota dewan yang layak untuk dipilih lagi dan mana yang "di-PHK" saja atau bila dianggap "anak kita", kita bisa menentukan apakah mereka harus di-Do (drop out) alias tak perlu disekolahkan lagi karena hanya menghabiskan biaya saja.

Selama ini, kita pilih hanya berdasarkan kenal atau tidak (sering muncul di TV atau iklan/ spanduk atau tidak). Kita tidak tahu hasil kerjanya. Atau yang parah, ada yang dipilih karena  suka membagikan uang... (money politic).

Bagaimana logika berpikir penulis? Wajar 'kan kita boleh tahu bagaimana kinerja mereka? Bagaimana komentar Anda??? 



0 Responses

Posting Komentar

abcs