Anak Kecil Masih-lah Bisa Dipercaya

"Siapa yang belum dapat permen?" kata seorang anak SD pada teman-temannya. "Yang kemarin belum dapat permen, hari ini saya bawa lagi. Yang belum dapat saja ya? Kalau sudah, jangan minta lagi, biar semua dapat bagian" lanjutnya. Beberapa temannya menunjuk dan ia membagikan permen-nya.

Penulis hanya tertegun melihat kejadian itu. Anak-anak SD tersebut (mungkin sekitar kelas 2-3 SD) merasa percaya begitu saja kepada pengakuan teman-temannya. Tidak perlu penegasan dengan bertanya sekali lagi atau bilang "Berani sumpah?" atau "Demi Tuhan..."

Indahnya masa kecil, masih polos. Sesama teman masih bisa saling percaya, tidak perlu pakai sumpah atau hitam di atas putih. Ucapan bisa dijadikan pegangan, mereka dapat dipercaya (jujur => yang diucapkan sesuai dengan perbuatan = menepati janjinya).

Bagaimana jika sudah dewasa? Anda lihat saja ucapan Anas Urbaningrum yang siap digantung di Monas atau Akil Mochtar yang mengusulkan potong jari untuk koruptor. Diucapkan di hadapan publik, banyak yang jadi saksi, tidak ada yang memaksa (kesadaran sendiri), tapi tidak melaksanakannya.

Kisah 7 Orang Miskin Paling Dermawan di Dunia

Semoga kisah para dermawan (dalam keterbatasan) masih mampu membantu sesama bisa menginspirasi kita menjadi orang yang lebih baik. Penulis meneteskan air mata haru menyaksikan kisah ini...



Reporter TV One Melakukan Hattrick

Sekali lagi reporter TV One kena batu-nya. Setelah sebelumnya Muhammad Rizki yang dinilai kurang sopan saat mewawancarai Jokowi hingga ia di-bully habis-habisan di dunia maya. Aksinya (videonya bisa disaksikan dengan klik) Muhammad Rizky dilanjutkan Andromeda Mercury saat mewawancarai Ahok. Video-nya bisa Anda saksikan di sini (klik saja): Andromeda Mercury

Kapok-kah reporter TV One "berbuat ulah" dengan pasangan Jokowi-Ahok yang sedang menjadi idola sebagian besar rakyat Indonesia? Ternyata tidak! 

Venti Oktavi, reporter TV One membuat hattrick saat mewawancarai Ahok (Senin, 16 Desember 2013) tentang Pencabutan Subsidi BBM. Jadi reporter memang harus cerdas (bahkan lebih cerdas daripada narasumber, tapi harus tetap jaga sopan santun).  

Di video ini jelas terlihat, reporter bertanya tapi tidak mau mendengar jawaban narasumber (main potong saja), hanya berusaha mencecar dan ingin agar narasumber terlihat kalah dan terlihat jelek di mata pemirsa (program gagal atau tidak siap). Tapi tampaknya Ventin tidak belajar dari pengalaman rekan-rekannya, malah membuat hattrick (ibarat piala bergilir, setelah dapat 3 kali berturut-turut, sekarang sudah jadi piala tetap nih). 

Satu pelajaran berharga yang dapat kita petik bersama, harus selalu menjaga sopan santun. Pertanyaan tajam untuk mengorek info narasumber tapi tetap terlihat elegan, mungkin reporter-reporter harus berguru pada Najwa Shihab.


Mari saksikan video berikut ini jika Anda ingin tahu apakah pantas Ahok marah?  



Bisa Lebih Murah, Mengapa Harus Beli Lebih Mahal???

Pada masa lalu, penulis sering sekali mendengar permainan harga pembelian barang apa pun untuk instansi pemerintah. Penulis yakin, Anda pun sering sekali mendengar hal ini (sudah menjadi rahasia umum). Makanya jika mendengar berita ada oknum yang tertangkap KPK atau jadi tersangka korupsi dalam hal pengadaan barang, itu bukan hal yang aneh.

Di mana pun (perusahaan swasta atau instansi pemerintah), jadi pemegang kebijakan menentukan barang/ jasa mana yang akan dibeli, memang "lahan basah" dan rawan korupsi.

Harga barang/ jasa yang dibeli bisa naik berkali-kali lipat (kasus terbaru adalah pembelian alat kesehatan yang menyeret Atut, Gubernur Banten jadi tersangka).

Mau korupsi, peluang terbuka lebar. Tidak ingin korupsi pun ada banyak yang datang menawarkan keuntungan untuk Anda. Misal ada 2 produk, untuk sebuah produk dengan merek sama, pemasok A beri harga Rp 1.000, pemasok B beri harga Rp 1.100 plus Anda ditawari bonus sekian jika ambil sekian banyak. Jika iman kuat, Anda pilih pemasok A, tapi jika tergiur, pasti Anda pilih pemasok B. 

Pada kasus Tubagus Chaeri Wardana (Wawan), adik Atut, mark up atau penggelembungan harga bisa 2 kali lipat lebih. Ventilator yang harga pasarnya Rp 250 juta diduga digelembungkan jadi Rp 600 juta per unitnya. Silakan klik: Inilah Alat Kesehatan yang Diduga Dikorupsi Wawan.

Lucunya pembelian barang/ jasa seringkali tidak dilakukan langsung ke pemasok tapi melalui broker/ makelar. Kok tidak beli langsung? Apakah peraturan memang mengharuskan demikian?

Ternyata tidak. Salah satunya terungkap dalam wawancara Najwa Shihab dengan Nur Pamudji (Dirut PLN). Nur Pamudji berhasil menghilangkan percaloan dalam pembelian barang. PLN bisa beli travo langsung ke pabriknya. Dulunya PLN membeli trafo seharga Rp 110 miliar, sekarang hampir setengahnya.

Sekarang pengadaan barang dan jasa di Jakarta dilakukan melalui e-katalog bersama Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP). Jika sudah tergabung dalam e-katalog, produsen berkewajiban untuk menyediakan harga termurah bagi pengadaan pemerintah. 

Ahok akan mewajibkan seluruh dinas di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk menggunakan sistem e-katalog untuk setiap pengadaan barang dan jasa pemerintah. Bagi kepala dinas yang nakal, akan langsung dicopot.

Jika produsen diketahui memberi harga lebih murah kepada pihak luar selain pemerintah, maka akan dikenakan denda mencapai lima kali lipat. Sanksi tersebut juga ditambah dengan black-list produsen untuk turut serta dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah selama dua tahun.
 
Sekarang sudah era internet, aneh rasanya jika masih menggunakan cara lama. pemerintah punya uang, internet menyediakan segala info. Masa' beli barang atau jasa masih harus lewat calo? Dengan memasang pengumuman di situs instansi yang bersangkutan bahwa instansi tersebut butuh aneka barang dan jasa, pabrik pun berebut menawarkan produknya dengan harga murah (dengan catatan tidak ada oknum yang nakal dan minta jatah). Pengusaha (pabrik senang karena tak perlu kasih komisi), pemerintah bisa hemat segala macam biaya yang tak perlu (tidak perlu kasih uang ke makelar). Makelar dan koruptor tentu marah besar karena kehilangan peluang.

Tidak perlu lagi tender basa basi yang pemenangnya diatur berdasarkan besarnya komisi yang akan berani diberi, bukan karena kualitas dan harga terbaik.

Seharusnya secara nasional mencontoh hal ini. Sudah tidak zamannya korupsi. Era sudah sedemikian canggih, semua ada di ujung cari, tidak perlu lagi buang uang sia-sia untuk hal yang tak perlu. Sekedar cari info, via internet bisa dilakukan. Mau bicara, teleconference dengan mudah dilakukan. Jangan lagi menipu dengan alasan studi banding (seperti studi banding logo Palang Merah ke Turki dan Denmark). 

Seringkali  padahal waktu yang digunakan untuk studi banding hanya sepersekian daripada total waktu keseluruhan (contoh Atut, klik: Atut di Kairo: 24 Jam Pelesir, 3 Jam Dinas). Ingin jalan ke luar negeri (wisata dan belanja), pakailah uang sendiri, jangan lagi pakai uang negara apalagi secara beramai-ramai.

Semua sudah tahu, tetapi, apakah semua mau melaksanakannya??? 

Sumber referensi: Tempo

Sampai Kapan PLONCO Akan Dipertahankan???

Pengalaman adalah guru yang terbaik. Lebih baik mencegah daripada mengobati. Anda setuju dengan kedua kata bijak ini? Penulis yakin, Anda setuju.

Kita sudah melihat banyak korban (baik yang luka-luka/ cedera, luka dalam, bahkan sampai meninggal) akibat per-plonco-an yang juga dikenal dengan nama: posma, mapras, ospek, mos, dan lain-lain.

Penulis heran, dulu acara seperti ini hanya di tingkat mahasiswa. Kemudian penulis melihat "kemajuan." Beberapa tahun lalu, anak SMA mulai ada yang berpakaian aneh-aneh saat awal masuk SMA. Lalu terakhir, anak SMP juga mulai menjalani ritual untuk menghormati senior ini. Kadang acara ini bukan hanya awal masuk sekolah/ kuliah, tapi juga di acara kelompok pecinta alam dan sejenisnya. Tidak hanya penyiksaan secara fisik, sering pula terjadi pelecehan seksual acara per-plonco-an.

Memang awalnya, hanya acara perkenalan dan pengenalan, tapi nantinya akan berujung pada acara per-plonco-an. Yang merasa senior senang sekali kalau junior hormat dan tunduk pada mereka. Sebagai orang lama, mereka merasa junior Kapan lagi punya kesempatan seperti itu? Sifat egois dan rasa ingin "dihormati" akan diwujudkan dalam kesempatan per-plonco-an itu.

Acara seperti ini tidak sepenuhnya bisa diawasi oleh guru (terbukti masih terus ada korban tewas yang berjatuhan). Anda ingat kasus-kasus praja IPDN yang tewas???

Penulis pikir, masih sangat banyak acara yang dapat dilakukan untuk perkenalan yang lebih bermanfaat. Pentas seni, ajang pencarian bakat seperti di TV, unjuk kebolehan para siswa murid baru yang pasti nantinya akan bermanfaat bagi sekolah dan semua (bisa mewakili sekolah/ kampusnya). 

Bisa lomba debat, lomba pidato bahasa Indonesia maupun Inggris, siswa diminta menampilkan bakat yang dimiliki (menyanyi, menari, sulap, akting, bela diri, dan lain-lain). 

Bangsa ini sedang krisis moral (banyaknya kasus korupsi). Atau kalau perlu, buat semacam pesantren kilat atau kegiatan keagamaan lainnya (MTQ, lomba kaligrafi, ceramah agama, atau yang lainnya) bagi yang muslim dan acara sejenisnya bagi yang nonmuslim.

Kalau memang ingin "menguji fisik" mahasiswa baru/ maba (bukan mengenalkan mahasiswa dengan cara belajar dan lingkungan barunya), sekalian saja bantu pemerintah. Misalnya lokasi universitas di Jakarta, sekalian saja bersihkan sungai, saluran air dari sampah, dan lain-lain. Atau bersihkan tembok dari corat-coret atau poster, iklan, dan lain-lain. Baik untuk mahasiswa, baik untuk kota dan masyarakat, baik untuk nama universitas. Baik bagi semua dan jauh lebih bermanfaat.  

Untuk universitas di Bandung, penulis rasa bisa coba hubungi walikota Bandung (Ridwan Kamil alias Kang Emil) jika memang ingin ospek lebih bermanfaat. Penulis yakin, Kang Emil pun akan menyambut baik. Coba perbantukan maba untuk membersihkan saluran air, membersihkan dinding fasilitas umum yang ditempel aneka poster iklan, merapikan taman, dan lain-lain. Menurut penulis, ospek dengan membantu pemerintah dalam menjaga kenyamanan, kebersihan, dan keindahan kota, jauh lebih bermanfaat daripada "sekedar menyiksa" maba dengan hasil yang tak bermanfaat (malah bisa berakhir dengan kematian). Atau kerja bakti di kampus sendiri.  

Contoh masa perkenalan mahasiswa yang layak ditiru (silakan klik):




Mau membimbing adik mahasiswa baru memasuki dunia baru (dulu sekolah sekarang kuliah, dulu guru sekarang dosen, dulu siswa sekarang mahasiswa, dulu lulus-nya terbatas, umumnya 3 tahun, kuliah umumnya 4,5 tahun tapi kalau pintas bisa mengambil SKS lebih banyak dan lulus lebih cepat, dan lain-lain)? Mengapa tidak mengundang psikolog untuk seminar atau pakar disiplin ilmu lain untuk membantu adik-adik Anda?  

Tidak perlu "menyiksa" secara fisik. Setelah lulus dari sekolah dan kuliah, mereka bukan disiapkan bekerja dengan kemampuan fisik seperti layaknya yang masuk jadi polisi atau TNI. Tidak perlu-lah banyak menu push up, sit up, squat jump, dan lain-lain. Apalagi pukul/ tendang perut dan dada sekeras mungkin, atau tampar pipi sesuka hati.

Jika Anda ingat video bagaimana praja IPDN dulu disiksa. Berdiri diam tak berani melawan dan perut atau dada-nya dipukul atau bahkan ditendang sekuat tenaga oleh senior. Penulis rasa, para atlet tinju atau beladiri yang lain pun tidak begitu latihannya. 

Petinju atau karateka dalam latihan, ada mitra tanding. Satu lawan satu, bagian tubuh mereka dilindungi dengan alat pelindung, ada aturan bagian tubuh yang boleh dan tidak boleh dipukul, keduanya boleh bergerak bebas (melindungi diri jika lawan akan memukul), dan lain-lain. Plonco??? Satu junior boleh dipukul seluruh senior, bagian vital tubuh junior boleh dipukul, junior tidak boleh melindungi diri apalagi pakai alat pelindung, dan lain-lain.

Bagaimana logika berpikir senior (calon intelek) masa depan seperti ini? Yang profesinya memang kontak fisik terus pun (seperti petinju) tidak disiksa! Apalagi calon intelektual yang kerjanya lebih banyak menggunakan otak daripada otot. 

Proses penyiksaan ala plonco bukan untuk menghasilkan tubuh yang sehat. Anda dengan jelas bisa menyimpulkan hal itu. Apakah sekolah atau kampus memang dibuat untuk menghasilkan tenaga profesional dengan luka dalam dan manusia penuh dendam???

Jangan tanya mahasiswa yang sudah pernah di-plonco apakah setuju plonco dihapuskan, mungkin banyak yang tak setuju plonco dihapuskan karena mereka dulu sudah di-plonco, sekarang saatnya balas dendam. 

Kita memang sering belajar dengan biaya sangat mahal. Ketika pengendara mabuk menabrak pejalan kaki tak bersalah, barulah gencar razia pengemudi tanpa SIM, usia di bawah umur, tes mabuk atau tidaknya pengendara. Ketika kereta api menabrak dan mengakibatkan banyak korban kita baru berbenah (masih banyak pintu perlintasan yang tanpa palang pintu dan penjaga, masih banyak manusia yang tidak disiplin saat akan melintasi rel kereta api, masih banyak yang mengetik SMS atau ber-BBM saat mengendarai motor atau mobil), dan lain-lain. 

Plonco pun sebenarnya bukan baru kali ini memakan korban (korban bernama mahasiswa Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang Fikri Dolasmantya Surya, mahasiswa Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang). 

Mengapa kita (para pejabat yang berwenang) tidak bisa mengambil pelajaran dari tewasnya tunas bangsa dengan sia-sia ini? Ini bukan kejadian yang pertama. 

Jika kampus masih mengizinkan plonco berlangsung, seharusnya mereka berani bertanggung jawab ketika ada korban (baik luka sampai tewas). Tapi yang sering terjadi, pihak kampus selalu membantah ada tindak kekerasan dalam plonco. 

Herannya, pihak pemegang kebijakan di universitas "keukeuh" mempertahankan atau setidaknya mengizinkan plonco (atau apa pun namanya). Tapi ketika jatuh korban, semua berusaha cuci tangan dan lepas tangan. Mereka membantah ada tindak kekerasan, kadang menyalahkan mahasiswa yang melaksanakan plonco tanpa pengawasan, dan lain-lain. Jika memang tak yakin bisa mengawasi, mengapa "keukeuh" mempertahankan adanya plonco yang tidak berguna ini???  

Penulis teringat kata-kata Bang Napi pada segmen terakhir sebuah tayangan berita kriminal. "Ingat, kejahatan terjadi bukan hanya karena ada niat pelakunya tapi juga karena adanya kesempatan. Waspadalah... waspadalah..." 

Mungkin senior tidak punya niat menyiksa (sampai "membunuh") juniornya, tapi pihak universitas memberikan kesempatan kepada para senior memperlihatkan kekuasaan mereka (yang rata-rata memang "jago" di opspek tapi "tolol" ketika masuk perkuliahan).


* * * * * * * * * * *

Pada awalnya ospek atau apa pun namanya, konon kabarnya untuk membimbing anak SMA yang memasuki perguruan tinggi (dulu belajar masih harus disuruh, sekarang harus lebih mandiri), dan lain-lain. Tujuannya mulia sekali. Tapi lihatlah praktik-nya, sangat jauh dari tujuan. 

Pada masa penulis kuliah, penulis mengenalnya dengan nama Opspek (Orientasi program studi dan pengenalan kampus). Bagaimana ceritanya mengenalkan kampus tapi lokasi di luar kampus? Apa hubungan pukulan, tendangan, tamparan, dan aneka siksaan ala plonco (silakan lihat video di bagian bawah) dengan tujuan mulia senior membimbing junior? Pengalaman penulis waktu di-opspek dan jadi panitia opspek, jarang ada dosen yang mengawasi meski lokasi kegiatan di kampus (kejadian plonco di video di bawah juga terjadi di kampus seperti halnya kekerasan di IPDN dulu). Pihak universitas memberi izin, tidak mengawasi, ketika ada korban meninggal, saling menutupi, dan tak ada yang gentle angkat tangan dan menyatakan bertanggung jawab.
  
Penulis tidak jelas, di mana letak keuntungan pihak universitas atas diadakannya plonco ini sehingga tradisi ini terus dilestarikan meski korban jiwa sudah banyak??? Apakah ada kampus yang menjadi kampus favorit dengan alasan plonco-nya yang tersadis sehingga banyak mahasiswa yang antri masuk ke sana? Ataukah setiap tahun peringkat kampus terbaik dinilai dari keras dan sadisnya plonco yang dilakukan di kampus itu? 

Apakah hati nurani para pemegang kebijakan tidak tersentuh dengan tewasnya banyak tunas bangsa ini secara mengenaskan??? Atau masa bodoh saja asal jangan anggota keluarga saya???

 
* * * * * * * * * * *

Penulis jadi ingat saat acara seminar sewaktu kuliah dulu. Seorang pembicara menceritakan pengalamannya. "Melihat sudah ada cukup banyak korban jiwa akibat DBD, saya mengusulkan ke pimpinan agar diadakan penyemprotan. Tapi pimpinan tanya, sudah berapa korban. Saya jawab sekian (penulis lupa berapa jumlah korban meninggal), lalu pimpinan bilang, nanti saja. Saya bilang: Pak, kita tidak tahu siapa korban berikutnya. Bagaimana jika itu anggota keluarga kita. Pimpinan langsung menjawab, besok lakukan penyemprotan!"

Dikaitkan dengan kasus plonco ini, penulis berpikir, jika korbannya adalah anak orang berkuasa (pejabat) atau anak orang konglomerat, mungkin plonco akan bisa diakhiri. Haruskah kita berdoa agar ada korban plonco tewas dari kelompok ini? Ini bukan soal "doa" kita yang jahat. Tapi rasanya itu juga sia-sia. Anda yakin jika anak pejabat (setidaknya tingkat universitas) juga ikut plonco atau dapat perlakuan sama???

Semoga saja tulisan saya ini menggugah Anda untuk ikut andil menyuarakan STOP PERPLONCOAN karena itu tidak ada manfaatnya. Jika Anda merasa per-plonco-an memang banyak manfaatnya, kita malah usulkan jangan hanya dimulai SMP, di SD, TK,  bahkan PG atau kelompok bermain kita mulai agar anak-anak kita semakin cepat merasakan manfaatnya!

Anak yang kita pelihara dengan cucuran darah dan air mata ibarat biji mangga yang kita tanam (maaf jika perumpamaan ini tak sepenuhnya tepat karena sebagai orangtua, merawat anak seharusnya kewajiban tanpa pamrih, bukan soal untung rugi, sekarang menanam kelak memetik hasil). 

Pohon yang berawal dari biji (benih) kita pupuk, kita rawat, kita sirami, ketika pohon sudah besar dan siap berbunga dan berbuah, ada orang lain yang masuk ke halaman rumah kita lalu membawa kapak dan menebangnya secara semena-mena. Bagaimana perasaan Anda???


Sedikit catatan dari membaca berita plonco ITN:
  1. Buang air kecil dijaga panitia dan dihitung 1 sampai 3 harus keluar, banyak yang keluar dengan kondisi resliting belum ditutup, celana basah karena mungkin belum selesai, tidak sempat membasuh setelah buang air kecil.
  2. Tidak boleh mandi, badan dan baju dalam keadaan kotor (kena tanah, pasir, lumpur) tetap sholat seperti itu.
  3. Jatah makan pun dihitung dengan menu langganan berupa pecel ditambah sepotong tempe goreng. 
  4. Jatah minuman setengah botol air mineral kemasan 1,5 liter untuk sepuluh orang. Sedangkan, panitia biasa makan dengan lauk ikan laut tanpa batasan jumlah minuman. 
  5. Fikri dibanting dan ditendang

Berikut tautan berita tentang plonco yang bisa menambah referensi Anda, apa dan bagaimana plonco itu.

Silakan klik (jangan lupa baca juga komentar pembaca):

  1. Warga Marah dan Tak Tega Mahasiswa ITN Dipelonco
  2. Begini Brutalnya Pelonco ITN Versi Warga Sitiarjo
  3. Pelonco Maut ITN, Mahasiswa Tak Pernah Mandi
  4. Pelonco ITN (liputan majalah Tempo)
  5. Perpeloncoan di ITN Sudah Jadi Tradisi
  6. Orientasi di ITN, Mahasiswa Disuruh Aksi Hubungan Intim
  7. Wakil Rektor ITN Malang Akui Ada Kekerasan Seksual Saat Ospek
  8. Menguak Misteri Kematian Maba ITN Pada Kemah Bakti Desa Mahasiswa 2013
  9. Petisi Menuntut Keadilan Pada Kasus Kematian MABA Saat Ospek ITN 2013
  10. 10 Alasan Mengapa Ospek Harus Dihapuskan Dari Sistem Pendidikan di Indonesia 
  11. Ini Foto-Foto Penyiksaan Ala Ospek ITN
  12. Hasil Visum Fikri, Korban Pelonco ITN Dirahasiakan
  13. Mahasiswa Baru Perpeloncoan ITN Terima Ancaman 
  14. PDN (STPDN) Meminta Korban Plonco-an Lagi! 
  15. Prahara di IPDN Pasca Kematian Cliff
  16. Lagi, Praja IPDN Tewas: Mimpi Jadi Pejabat Pulang Jadi Mayat 
  17. Sejak 1993-2007, 35 Praja Tewas, Tiga Misterius - 18 Tewas dengan Dada Retak
  18. Praja IPDN Asal Medan Tewas (Ada Daftar 18 Praja yang Tewas Misterius) 
  19. Ini Dia Korban-korban Kekerasan di STPDN/IPDN (9 Orang) 
  20. STPDN/IPDN Hadir Untuk Mencetak “Mesin Pembunuh?” 
  21. Praja Tewas di "Kandang Macan" 
  22. IPDN: Olah Otot atau Otak?
  23. LUAR BIASA, Praja2 IPDN Pembunuh Wahyu Hidayat (2003) Itu Rupanya DIPELIHARA Negara!! 
  24. Alumni IPDN Terkait Terorisme, Pelaku Pembunuhan Wahyu Hidayat 
  25. Duh! 'Plonco' Masih Terjadi di Kediri 
  26. Siswa Senior Don Bosco Diduga Culik dan Plonco Juniornya
  27. Heboh!!! Beredar Video Ploncoan Santri Telanjang
  28. Trauma, Yunior Paskibraka Diperintah Push up Bugil di Atas Tubuh Rekan
  29. Perploncoan Nista Ala Paskibraka
  30. Empat Siswa Meninggal Saat MOS
  31. Tragedi MOS dengan Kekerasan (1)
  32. Tragedi MOS dengan Kekerasan (2)
  33. Kembali Siswa Baru Meninggal Karena MOS, Masih Pentingkah Diadakan MOS?
  34. Plonco, OSPEK, MOS, Apa pun Itu? HENTIKAN!
  35. Hentikan Kekerasan Pada MOS!
  36. Masih Perlukah MOS?


Baca buku "Mereka Membunuhku Pelan-Pelan" (pengakuan seorang praja IPDN melawan gerakan tutup mulut) dengan cara klik: "Mereka Membunuhku Pelan-Pelan"


Nama tunas bangsa yang meninggal akibat plonco (disusun sesuai abjad nama). Ini hanya sebagian saja:
  1. Amanda Putri Lubis (15)
  2. Anindya Ayu Puspita (16)
  3. Arfiand Caesar Al Irhami (16) 
  4. Cliff Muntu (20)
  5. David Richard Djumaati (18)
  6. Fikri Dolasmantya Surya (19)
  7. Muhamad Rajib (16)
  8. Padian Prawiro Dirya (16) 
  9. Roy Aditya Perkasa (16) 
  10. Soni Galaxi Putra (17)
  11. Wahyu Hidayat (20)
  12.  

Masihkah harus ditambah lagi???


Anda penasaran dengan bagaimana sih plonco? Coba tonton video berikut ini, sambil bayangkan putra yang Anda rawat sejak dalam kandungan hingga besar diperlakukan seperti ini:


Sumber: Polittika




Anda lihat kekerasan di video di atas (pukul perut, dada, tampar pipi), apa sisi positif hal ini??? Beginikah yang disebut membimbing mahasiswa baru??? Jika hal seperti ini masih terus terjadi, orangtua mana pun tak akan rela anaknya dikuliahkan meski kelak jadi menteri! Penulis juga merasa heran jika setelah melihat kekerasan seperti ini, masih ada yang membela/ pro plonco, menutup-nutupi kekerasan yang terjadi. Lebih parah lagi, ada perempuan (yang konon hatinya lembut, penuh kasih sayang) jadi senior yang ikut menyiksa mahasiswa baru. Jika Anda merasa gembira atas tayangan video di atas, penulis rasa ada yang "kurang beres" pada diri Anda.

Anda yang membaca tulisan ini punya 2 pilihan: membagikan kepada teman-teman Anda dan dukung penghapusan Ospek atau apa pun namanya yang jauh melenceng dari tujuan semula atau biarkan saja hal ini terus terjadi sambil terus berdoa dan berharap kakak, adik, keponakan, sepupu, atau cucu Anda tidak menjadi korban tewas akibat plonco.

Miris melihat tayangan video seperti di atas (ini mungkin hanya sebagian kecil rekaman yang terkuak, mungkin masih banyak kejadian tapi tak ada bukti rekamannya). Koruptor yang sudah merampok uang negara sekian miliar pun (jelas-jelas menyengsarakan rakyat) tidak "dibimbing" (baca: disiksa) sedemikian rupa, lha... ini mahasiwa baru yang tidak melakukan kesalahan apa-apa disiksa secara sadis sampai ada yang meninggal.


Tambahan (sumber: Tempo)

TEMPO.CO, Jakarta - Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus atau Ospek memang sudah lama dilarang sejak dikeluarkannya SK Dirjen Dikti no. 38/DIKTI/Kep/2000. Sebagai gantinya banyak sekolah mengubah nama kegiatan. Ada yang menjadi Orientasi Kehidupan Kampus (OKK), Masa Pengenalan Akademik (MPA) atau nama lain yang sifatnya mewajibkan siswa baru mengikuti acara yang diselenggarakan senior untuk pengenalan sekolah. Tetapi, ada kesamaan: tetap memakan korban. Tahun 2013 tiga orang tewas akibat kegiatan itu dengan berbagai motif.

Ternyata sudah dilarang, tapi masih berlangsung dengan pola sama, hanya berganti nama


Ingin berbagi tulisan ini? Ini tautan singkatnya: www.tiny.cc/STOP-PLONCO


Setelah tulisan ini dibuat, masih ada lagi korban yang jatuh (silakan klik):
  1. Ini Kesadisan Senior Dimas Dikita Handoko di STIP (tanggal berita: 26 April 2014) 
  2. Siswa SMA 3 Jakarta Tewas, Guru dan Senior di Eskul Pecinta Alam Diperiksa Polisi (tanggal berita: 21 Juni 2014)
  3. Siswa Sekolah Usaha Perikanan Tegal Tewas Dianiaya 3 Senior (tanggal berita: 23 Juni 2014)
  4. Korban Tewas Akibat Plonco di SMA 3, Tambah 1 Orang Lagi (tanggal berita: 3 Juli 2014)
  5.  
Jika tradisi perploncoan tidak dihentikan, "arisan" seperti ini masih terus berlanjut. Orangtua jadi selalu deg-degan, harap-harap cemas jika anak mereka masuk SMA atau kuliah, dan hanya bisa berdoa, semoga pada "kocokan arisan" tersebut bukan nama anak mereka yang keluar. 

Masih haruskah daftar nama korban terus bertambah???

TERUNGKAPNYA FAKTA Kuis Kebangsaan RCTI

Jika Anda menyaksikan sinetron dan merasakan banyak hal yang janggal, itu lumrah. Pertama memang itu hanyalah fiksi atau rekaan. Kedua memang alur ceritanya "dibuat mudah" dan yang memproduksinya tidak ingin terlalu sibuk mengurusi detailnya.

Jadi jangan heran jika sehari-hari aktornya tetap memakai jas lengkap atau aktrisnya memakai make up tebal meski hanya di rumah saja (tidak ke kantor atau ke luar rumah). Atau penampilan anak sekolah yang tidak sesuai keadaan sebenarnya (bagian bawah kemeja tidak dimasukkan ke dalam celana, rambutnya gondrong,...) tapi tidak dapat teguran dari guru. 

Jika menyeberang jalan dan ada mobil yang akan menabrak, artis itu tidak akan lari tapi hanya berteriak saja sampai ditabrak. Atau jika dikejar mobil, artis yang dikejar tetap akan berlari di jalan raya yang dengan mudah diikuti oleh motor atau mobil tersebut, atau selisih usia pemeran orangtua dan anak yang sangat sedikit (usia berapa sang ibu melahirkan)? Anda tidak perlu protes karena di akhir tayangan ada tulisan: "Cerita ini hanya fiktif belaka...."

Nah jika hal inii terjadi pada kuis yang disiarkan langsung??? 

Sebelum pertanyaan dipilih (apalagi dibacakan), penelepon bisa menjawab dengan tepat! Luar biasa Pak Syaifudin dari Trenggalek, Jawa Timur!

Jelas penonton di rumah kaget. Fakta yang terungkap lewat video: kuis interaktif ini siaran langsung, penonton (termasuk penelepon) tentu tidak tahu apa soal yang akan ditanyakan, apalaagi jawabannya. Tapi sebelum soal dibacakan, penelepon menjawab: Istana Maimun. 

Ternyata dari tayangan video penonton tahu, jawaban itu benar. Kok bisa? Maka bermacam prasangka bermunculan (ramai dibicarakan di media sosial seperti Twitter sampai di Kaskus). 

Bagaimana pihak penyelenggara menjelaskan  kejadian ini? Silakan simak di artikel berjudul: Heboh Episode "Istana Maimun", Ini Klarifikasi Kuis Kebangsaan RCTI (silakan klik tautan-nya di bagian paling bawah dari tulisan ini).

* * * * * * * * * * *

Hmmm... terlalu banyak "hal aneh" dipertontonkan setiap hari di negeri ini. Penulis jadi teringat lagu yang dipopulerkan Ahmad Albar karya Ian Antono dan sastrawan Taufik Ismail berjudul "Panggung Saniwara." 

"Dunia ini panggung sandiwara, ceritanya mudah berubah, kisah Mahabrata atau tragedi dari Yunani, setiap kita dapat satu peranan, yang harus kita mainkan, ada peran wajar, ada peran berpura-pura, mengapa kita bersandiwara, mengapa kita bersandiwara,..." 


Mau nonton video-nya? Banyak video yang di-unggah ke YouTube sudah di-blocked RCTI sehingga tampilannya jadi seperti ini:

Tapi banyak kok yang unggah video ini. Silakan klik tautan berikut (mudah-mudahan saja ada yang belum di-blocked). Ini tautannya (klik saja): Lihat Video

Cari saja yang tampilan gambarnya seperti di bawah ini:

atau
 atau
 
Khusus yang ini, tampilannya hanya gambar diam (bukan video bergerak) tapi ada rekaman percakapan presenter dengan peserta kuisnya.


Ingin berbagi artikel ini ke teman? Ini tautan singkatnya: www.tiny.cc/faktakuis ngapa kita bersandiwara
Mengapa kita bersandiwara


Baca juga:
  1. VIDEO dari Kuis Kebangsaan RCTI Ini Bikin Kita Bertanya-tanya, Ada Apa?
  2. Heboh Episode "Istana Maimun", Ini Klarifikasi Kuis Kebangsaan RCTI

Biaya Administrasi Kependudukan GRATIS. Anda Masih Bayar?

Mendagri: Biaya Pelayanan Administrasi Kependudukan Ditanggung APBN


Jakarta (Antara) - Seluruh kegiatan administrasi kependudukan di daerah akan ditanggung oleh APBN sehingga pemda tidak lagi mengalokasikan anggaran untuk pembuatan KTP, KK, dan surat kematian, kata Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi di Jakarta, Minggu malam (8/12).

"Larangan pemungutan biaya yang semula hanya untuk penerbitan KTP elektronik kini menjadi berlaku untuk semua dokumen kependudukan, seperti KK, Akta Kelahiran, Akta Perkawinan, Akta Kematian, Akta Perceraian, dan Akta Pengakuan Anak, sehingga bagi kabupaten-kota yang saat ini masih memungut biaya (terhadap pelayanan tersebut) harus segera menyesuaikan," kata Gamawan dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Pencatatan Sipil Tahun 2013.

Pemberlakuan penggunaan anggaran Negara dalam kegiatan adminduk tersebut akan mulai berlaku saat APBN-Perubahan 2014 disetujui oleh DPR RI dan dicairkan melalui Kementerian Keuangan.

"Pendanaan dengan APBN ini akan diupayakan melalui APBN-Perubahan Tahun 2014. Maka untuk awal tahun 2014 sampai dengan disetujui dan dicarikan dana APBNP tersebut, kegiatan dan program adminduk masih dibebankan kepada APBD kabupaten-kota," jelas Mendagri.

Pembiayaan untuk program dan kegiatan administrasi kependudukan di tingkat provinsi, lanjut Mendagri, dibebankan melalui dana dekonsentrasi, sedangkan di tingkat kabupaten-kota melalui Tugas Pembantuan (TP). 

Dengan demikian, pemerintah daerah tidak perlu khawatir mengenai anggaran administrasi kependudukan dan pencatatan sipil (adminduk), sehingga diharapkan pelayanan tersebut di daerah menjadi optimal. 

Hal tersebut merupakan salah satu upaya Kemendagri untuk memberikan pelayanan adminduk secara gratis di seluruh daerah, yang diatur dalam perubahan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Adminduk.

"Perubahan UU tersebut sangat mendasar, sehingga implementasinya memerlukan perubahan pola pikir dari para penyelenggara dan pelaksana sampai kepada operator pelayanan administrasi kependudukan, selain juga perubahan pola pikir masyarakat," kata mantan Gubernur Sumatera Barat itu. 

Bagi aparat Pemerintah yang meminta biaya kepada masyarakat terhadap pelayanan tersebut, maka bisa diancam dengan pidana kurungan dua tahun penjara atau denda seberat-beratnya Rp25 juta.(rr) 

Sumber: Yahoo News


Anda masih diminta bayaran??? Laporkan pada pimpinan di daerah Anda. Sekarang zaman teknologi informasi. Penulis yakin, pimpinan di daerah Anda punya account Twitter. Twit saja dan infokan, di kelurahan anu buat KTP disuruh bayar sekian. Jika pemimpin Anda adalah pemimpin yang jujur (antikorupsi seperti yang ia kampanyekan, dan tentu ia tidak menerima se-sen pun "setoran" dari pungli pembuatan dokumen kependudukan ini), pasti beliau akan menindak PNS nakal yang masih ingin pungli.

Pilihan beliau ada 2: nama baik atau uang? Kalau beliau tidak pernah menerima upeti dari bawahannya, pasti beliau akan "bersihkan" PNS yang nakal. Buat apa bela mereka yang salah, serupiah pun ia tidak terima uang hasil pungli tersebut. beliau pasti pilih nama baik. Nama beliau akan harum sebagai pejabat antikorupsi, pilkada selanjutnya dipastikan akan menang lagi. Dan yang terpenting, "tabungan kebaikan" beliau untuk kehidupan nanti (kehidupan sesudah mati) pasti akan banyak, surga akan menanti.

Sebaliknya, jika laporan Anda tidak ditindaklanjuti? Silakan berpikir sendiri...


Anda juga bisa lapor ke sini (silakan klik): www.lapor.ukp.go.id 

Ini contoh laporan yang masuk ke sana (silakan klik):  Buat KTP Diminta Bayar



Buat para pemimpin di negeri ini, yang gembar-gembor akan memberantas korupsi saat kampanye dan jika Anda mengaku peduli rakyat, ingin sejahterakan rakyat dan aneka promo baik-naik, satu hal saja lakukan secara nyata. Pasang di instansi yang bersangkutan spanduk besar dengan tulisan:

Pembuatan Dokumen Kependudukan GRATIS
Jika Petugas Meminta Bayaran, Hubungi: XXXX  

Cantumkan juga info ini di situs resmi instansi dan situs pimpinan daerah, jelaskan apa saja persyaratan yang dibutuhkan, maksimal waktu pengerjaan, dan biaya (jika memang ada yang harus bayar). Cantumkan nomor ponsel Anda, email, account Twitter, dan FB Anda. Setiap ada laporan masuk, segera tindak lanjuti. Dengan demikian, tidak ada lagi PNS (petugas) yang berani nakal. 

Anda akan berantas korupsi, jelas Anda tidak ikut korupsi. Kalau Anda tidak terima upeti serupiah pun, masa' Anda akan membiarkan bawahan Anda menyengsarakan rakyat dan merusak reputasi Anda???

Semoga rakyat Indonesia semakin sejahtera dengan lahirnya pemimpin-pemimpin yang amanah. Merdeka...


Paradoks Budaya Timur Amerika

Penulis menemukan artikel inspiratif, maka penulis copy paste untuk dibagikan kepada pengunjung blog. Waktu membacanya, mata penulis berkaca-kaca. Kisah yang menggugah dan menyentuh hati. Mari kita bersama memetik pelajaran dari tulisan ini. Kita harus berubah menjadi lebih baik dan kita bisa memulainya dari diri kita sendiri. Selamat membaca...

 * * * * *

Setiap tahunnya, VOA mengundang jurnalis muda Indonesia untuk menggali pengalaman selama setahun di Washington, D.C., Amerika Serikat, sebagai penerima fellowship PPIA-VOA.

Kali ini giliran reporter Metro TV Rafki Hidayat yang akan membagi berbagai pengalamannya sebagai wartawan VOA di AS di blog ini. Selamat membaca!

 * * * * *

Sebagai orang Indonesia, saya sangat akrab mendengar betapa kita dinilai sebagai bangsa yang ramah dan penuh senyum. Persepsi asing yang telah mengkristal, yang tanpa disadari kita akui kebenarannya.

Di sisi lain, telah tertanam pula sejak kecil bahwa bule atau ‘orang barat’ adalah manusia pemuja kebebasan, individualis-dingin yang bertolak-belakang dengan kehangatan timur kita.

Namun, berbagai fakta yang terjadi di hadapan mata ketika di Amerika, membuat saya bertanya, masih relevankah persepsi-persepsi itu? Apakah kita benar-benar ramah dan hangat? Saya yakin, tidak saya seorang diri yang mempertanyakan ini.

Semua bermula dari rangkaian kejadian sehari-hari.


Kutahan Pintu Untukmu


Di Amerika, kebanyakan pintu tidak memiliki kenop, tetapi hanya pegangan, sehingga harus didorong atau ditarik dengan tenaga ekstra karena cukup berat.

Ketika menuju ke berbagai gedung, orang Amerika yang terlebih dahulu masuk, biasanya menahan pintu tetap terbuka agar orang lain di belakangnya, termasuk saya, bisa ikut masuk.

Kejadian pintu ditahan terbuka ini, awalnya saya kira hanya kebetulan, tetapi ketika terjadi setiap hari di berbagai tempat dengan orang yang berbeda, saya tertegun dan malu sendiri karena tidak pernah melakukannya untuk orang lain.

Saya merasa sangat egois, karena seumur hidup jarang sekali hal ini dilakukan. Kalau masuk ruangan, ya masuk saja, buka pintu untuk diri sendiri. Meskipun awalnya agak canggung, tak ada cara lain untuk menghapus rasa malu selain melakukan hal yang sama pada orang lain.


Eskalator “Kiri-Kanan”


Keteraturan adalah salah satu perwujudan saling menghargai. Di Amerika, ini bahkan terlihat saat sedang menggunakan eskalator.

Di stasiun Metro, setiap badan eskalator seakan memiliki batasan semu, bagian kiri dan kanan. Sisi kanan untuk pengguna yang tidak terburu-buru dan sisi kiri bagi yang bergegas sehingga bisa terus bergerak.

Alhasil, siapa pun yang terburu-buru tidak kesal jika orang di depannya tidak bergerak. Dan yang santai, juga tidak terganggu karena orang di belakangnya ingin memotong jalan. Mungkin terlihat sederhana, tetapi dari hal-hal kecil inilah keteraturan hidup sebuah masyarakat bermula.


Bising “Terima Kasih”

 
Ucapan terima kasih terdengar di mana-mana. Misalnya ketika turun bus, penumpang mengantre turun, lalu satu persatu menggaungkan terima kasih kepada sopir. Rasanya tidak mungkin terjadi di Indonesia: bus langsung tancap gas, bahkan sebelum penumpangnya sempat menginjakkan kaki di jalan.

Budaya mengantre sendiri sudah mendarah daging, termasuk untuk hal remeh-temeh seperti antre berfoto di tempat wisata. Ini mereka lakukan dengan inisiatif sendiri, tanpa peraturan dan tanpa penjagaan.



Saya sempat mengurut dada ketika antre hampir setengah jam hanya untuk berfoto di lambang Las Vegas. Sempat terpikir, keadaan ini sudah berlebihan. Namun, jika semua orang seperti saya dan memutuskan berfoto di sudut mana pun yang mereka mau, kekacauan-lah yang terjadi. Wajar, di Amerika jarang terdengar ada orang yang terinjak-injak atau pingsan sesak nafas karena mengantre.


Sapaan Semu?


Kehangatan juga menembus dimensi kata-kata. Telah menjadi kebiasaan di Amerika untuk bertegur sapa bertanya kabar ketika berpapasan, “How are you?” “I’m good, thanks?” bahkan dengan orang tak dikenal.

Saya sempat berpikir negatif, menuding ada kemunafikan di tengah kebiasaan ini. Semuram apa pun kondisi hati seseorang, mereka cenderung menjawab “baik-baik saja.” Ini tidak jujur, apa gunanya?

Namun, lama-lama, ketika melaksanakan sendiri sapaan tersebut setiap hari, saya mulai mengerti bahwa budaya yang sangat sederhana ini memiliki makna filosofi yang dalam: betapa setiap orang selalu peduli dan siap menjadi pendengar cerita dan keluhan orang lain, bahkan yang tidak dikenalnya.

Selain itu, yang mungkin sudah sering kita dengar, setiap perpisahan berujung saling mengucap “Have a good day!” dan “You, too.” Kalimat yang jika direnungkan, dalam taraf yang berbeda, serupa dengan ungkapan Assalamualaikum-Wa’alaikum salam.


Silakan Lewat


Di mana lagi tempat di bumi ini, mobil berhenti dan mempersilakan pejalan kaki menyeberang di hadapannya terlebih dahulu?

Saya sangat akrab dengan jalanan ibukota yang kadang terasa sangat brutal. Nyawa seakan dipertaruhkan di setiap langkah. Pengemudi mobil dan motor menjadi raja jalanan. Pejalan kaki termajinalkan.

Di Amerika, pejalan kaki bagai makhluk mulia. Sering kali ketika hendak menyeberang, saya berhenti karena ada mobil yang akan lewat. Tetapi yang terjadi kemudian, malah mobilnya yang berhenti dan mempersilakan saya menyeberang.

Betapa orang menghargai satu sama lain, bahkan bisa dilihat saat menggunakan lift. Siapa pun yang masuk lebih dulu, dipersilakan keluar terlebih dahulu jika lantai tujuan sama, meskipun orangnya berdiri jauh dari pintu lift.


Manusia Setengah Dewa



Yang paling menyentuh adalah bagaimana Amerika memperlakukan orang-orang berkebutuhan khusus selayaknya manusia, yang berhak merasakan apa yang seharusnya mereka rasakan.

Di lapangan parkir, lampu rambu-rambu lalu lintas, toilet, jalan masuk ke gedung, kendaraan umum, bahkan bioskop, memiliki tempat bagi orang berkebutuhan khusus. Ini bukan untuk mengistimewakan, tapi agar mereka bisa menjadi manusia seutuhnya, memperoleh haknya terlepas dari apa pun kekurangan mereka.

Saya semakin terkesima ketika tahu perhatian ini merambah dunia pekerjaan. Ketika membeli tiket film di bioskop, tidak jarang saya dilayani oleh seorang tuna-rungu atau petugas yang duduk di kursi roda.


Paradoks

Apa yang saya lihat sedikit banyak memberi jawaban, mengapa tidak sedikit orang Indonesia yang pernah tinggal atau mengecap pendidikan di luar negeri, tidak ingin kembali ke tanah air. Selain karena lapangan pekerjaan yang layak di luar negeri, kenyamanan dan rasa dihargai sebagai individu, tidak melihat warna kulit, agama, dan asal negara, tidak dapat dipungkiri ikut menjadi alasannya.

Saya sempat berpikir, apakah sebutan dunia luar terhadap kita sebagai bangsa yang ramah, masih relevan? Apakah kita dinilai ramah oleh orang asing, padahal kita hanya ramah kepada mereka tetapi lupa terhadap bangsa sendiri?

Saya masih ingat, jika ada turis asing datang ke kampung, saya dan anak-anak kecil lainnya berlari untuk bisa menyapa mereka dengan bahasa Inggris, “Good morning, Sir!” minta bersalaman. Turis-turis pun diberikan pelayanan ekstra dengan senyum sumringah. Mereka diperlakukan selayaknya, bahkan seakan diagungkan. Mungkin dari sinilah mereka menilai kita sebagai orang-orang yang hangat.

Ironis, keramahan yang sama kerap terlupakan untuk orang dekat sendiri, terjadi di Indonesia, negara yang justru terkenal dengan berbagai aturan adat, norma kesopanan, dan ajaran-ajaran agama yang kuat dan menopang berbagai sendi kehidupan.

Memang tidak adil membanding-bandingkan dua kebudayaan yang telah terbangun berabad-abad dengan karakter dan keunikannya masing-masing. Tambah tidak adil lagi membandingkan Indonesia dengan Amerika, yang telah lama diamini dunia sebagai negara maju dari berbagai bidang.

Namun, saya yakin tetap ada celah untuk mengkritik persepsi kita tentang “budaya barat” dan “budaya timur.” Ada celah untuk mengatakan keramahan bukanlah soal timur dan barat. Keramahan bukanlah soal ras dan warna kulit. Namun, keramahan adalah wujud penghargaan manusia terhadap manusia lainnya, yang tak pandang bulu dan merata. Keramahan, yang rasanya janggal bagi saya mengakui Indonesia sebagai representasi “timur” sebenarnya, karena ada “timur” yang jauh lebih kental di “barat”-nya Amerika. ()

Rafki Hidayat
Twitter: @RafkiHidayat


Dikutip dari: My Year at VOA  
Diedit kembali oleh Hendry Filcozwei Jan

Jika ingin di-share ke teman, ini tautan singkatnya: www.tiny.cc/paradoksbudaya

Mau baca koleksi kisah inspiratif yang lain? Silakan klik: tulisan "Kisah Inspiratif" di sisi kanan blog (di bawah tulisan Labels). Angka di belakang tulisan "Kisah Inspiratif" adalah jumlah artikel yang ada pada label tersebut. Atau bisa juga Anda langsung klik ini: Kisah Inspiratif (akan muncul banyak judul artikel, silakan klik judul artikel yang ingin Anda baca). Terima kasih sudah mampir ke blog kami...

abcs