Dokter Lo Siauw Ging, Mengabdi Tanpa Harap Materi


Dokter Lo Siauw Ging, dokter berjiwa sosial yang langka

VIVAnews - Sore itu, pelataran parkir rumah nomor 27 di Jalan Yap Tjwan Bing, Purwodiningratan, Jagalan, Solo, sedikit lengang . Hanya ada dua mobil, tiga becak, dan beberapa sepeda motor yang rapi "berbaris". Pada dinding di ruang tunggu rumah itu, tampak  papan yang berisi tulisan jadwal praktik si pemilik.


Ya, si pemilik rumah ini adalah seorang dokter. Namanya dokter Lo. Dalam ruang tersebut tersedia pula tiga bangku panjang. Tempat sejumlah orang duduk menunggu. Dokter baik hati ini sudah lama buka praktik di situ. Dia dikenal banyak orang di situ, juga kebaikannya. 


Buka praktik berpuluh tahun, nama dokter yang satu ramai dibicarakan media sosial sepekan belakangan, ketika kontroversi soal kasus dokter Ayu, yang divonis Mahkamah Agung, karena terbukti melakukan malapraktik atas seorang pasien di Manado, riuh di media massa.


Vonis itu memicu gelombang protes dari ribuan dokter di seluruh Indonesia. Keputusan atas Ayu itu, protes para dokter ini, adalah bentuk kriminalisasi terhadap para dokter. Kini mereka mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas keputusan mahkamah itu. 


Di tengah kontroversi soal ini, sejumlah orang yang aktif di media sosial, mempromosikan dokter-dokter yang mengabdi dengan susah payah. Bahkan tanpa pamrih. Yang menjelaskan betapa profesi ini begitu dekat dengan kematian tapi terutama kehidupan. Dan dokter sepuh di Solo itu adalah salah satunya.


Warga sekitar, juga para pasien yang mengular, mengenalnya sebagai dokter yang senantiasa tulus menolong. Di rumahnya itu, dia membuka klinik tanpa memasang tarif sepeser pun kepada pasien.


Lo Siauw Ging itu, begitu nama lengkap dokter ini, memang selalu kebanjiran pasien. Tidak semua membayar jasa baiknya itu. Dari 60 pasien yang datang setiap hari, hanya 30 persen saja yang membayar. “Prinsip saya memang untuk menolong. Kalau yang punya mau bayar ya silakan, kalau nggak ya nggak apa-apa. Karena saya tidak pasang tarif,” ujar pria kelahiran Magelang ini saat ditemui di ruang praktiknya, Jumat, 29 November 2013.


Klinik dr. Lo buka setiap hari, kecuali hari libur. Dalam sehari, ia membuka dua jadwal praktik. Pukul 06.00-09.00 WIB dan pukul 16.00-20.00 WIB. Kliniknya selalu dipenuhi pasien. Tak hanya dari kalangan tak mampu, tetapi juga berduit.  Bahkan ada pula yang datang jauh-jauh dari Wonogiri hingga Pacitan.


Selain tidak memungut biaya pemeriksaan kesehatan, pria kelahiran 16 Agustus 1934 ini, memberikan obat secara gratis. Itu bisa dilakukan jika obat yang diresepkan tersedia di klinik. Kalau tidak ada maka pasien membeli sendiri obat ke apotek yang ditunjuk oleh dr. Lo.


Dokter Lo tidak menutup mata jika ada salah seorang pasiennya yang tidak mampu membeli obat di apotek.  Ia akan memberikan cap khusus di kertas resep. Dengan cap ini, apotek tidak menarik biaya dari pasien. Semua tagihan dibebankan kepada sang dokter. “Saya justru malah yang aktif menanyai pasien, ada uang tidak untuk membeli obat. Kalau tidak punya, biar nanti apotek menagih ke saya untuk biaya pembelian obat pasien tersebut,” ucapnya.

Menurut dr. Lo,  ia harus membayar tagihan obat dari apotek setiap bulannya sekitar Rp5 juta hingga Rp10 juta. Uang itu tak hanya berasal dari kantong pribadinya, melainkan juga sumbangan dari donatur. “Namun pastinya saya masih sering nombok untuk membayar tagihan itu,” kata suami dari Gan May Kwee.


Mantan Pasien Jadi Donatur

Ada cerita menarik soal sosok para donatur pak dokter ini.  Rupanya, di antara para donatur itu ada mantan pasien dr.Lo. Saat masih kecil, pasien yang tidak disebutkan namanya itu beberapa kali dibawa oleh sang ibu ke klinik dr. Lo. Kondisi keluarga mereka ketika itu sangat miskin. Maka dr. Lo pun tulus membebaskan semua biaya pemeriksaan dan obat sang anak.


“Tetapi kini, pasien belia itu telah menjadi "orang" di Amerika. Mantan pasien itu saat ini menjadi donatur,” ujar anak ketiga dari lima bersaudara ini.


Sifat dermawan dr.Lo tersebut ternyata tak lepas dari pengaruh almarhum sang ayah. Sebelum dr.Lo muda masuk jurusan Kedokteran, Universitas Airlangga, sang ayah memberikan nasihat yang tidak pernah ia lupakan: Jika ingin menjadi dokter, jangan menjadi pedagang. Jika ingin mencari duit, jadilah seorang pedagang. “Pesan dari almarhum itu jelas artinya. Pokoknya jangan sampai cari duit dari dokter. Dokter itu bertugas untuk menolong,” ujar pria yang lulus dari Universitas Airlangga pada Februari 1962 ini.


Selain dari sang ayah, sikap dr. Lo juga terinspirasi dari almarhum dr. Oen yang merupakan dokter terkenal di Solo pada masanya. Selama 15 tahun mengenal dr. Oen, ia pun mengetahui benar sifat sederhana dan berjiwa sosial yang dimiliki dokter itu.


Keinginan dr. Lo untuk menjadi dokter dermawan semakin kuat ketika dia divonis terkena penyakit kuning kronis. Saat itu, ia masih bertugas menjadi dokter di Gunung Kidul. “Setelah mengalami penyakit parah sekali dan tertolong maka saya harus berbalas budi kepada Tuhan. Caranya ya membantu seperti ini dengan ikhlas,” ujar pria yang harus menggunakan bantuan tongkat untuk berjalan ini.


Di mata warga sekitar, dr. Lo adalah sosok yang sangat sederhana dan ramah. Menurut Herwin, salah seorang tetangga, dr. Lo pernah membiayai seluruh perawatan korban tabrak lari. Biaya yang harus dikeluarkan mencapai sekitar Rp25 juta.


Sikapnya ini memberikan kesan mendalam bagi masyarakat yang tinggal di sekitar kediamannya. Ketika kerusuhan tahun 1998, warga sekitar ikut mengamankan rumah dr. Lo yang merupakan keturunan Tionghoa dari amukan massa. “Saat kerusuhan terjadi, rumah dr. Lo aman-aman saja. Kami semua berjaga-jaga di depan dan atap rumah dr. Lo,” kata salah seorang warga, Turiman.


Sumber: Viva News

Anda Dukung Farhat Abbas Jadi Presedien RI 2014???



Ramai sekali media kita dengan segala macam berita (masalah artis, kasus korupsi, dan lain-lain). Dan salah satu yang menyita perhatian publik adalah kicauan Farhat Abbas yang menyindir banyak orang. Penulis jadi tertarik menulis sebuah artikel (lebih tepatnya survei) lewat tulisan ini: Anda Dukung Farhat Jadi Presedien RI 2014???

Berikut sekilas data Farhat Abbas:
Farhat Abbas (lahir di Riau pada 22 Juni 1976) adalah pengacara, baru lulus S3 (doktor), dan suami dari penyanyi Nia Daniaty. Farhat mendeklarasikan diri jadi Presiden RI dengan taggar: #akuindonesia #capresmuda dan semangat mengusung program Sumpah Pocong untuk segala kasus (dari sumpah jabatan sampai sumpah bahwa Ahmad Dani sudah bangkrut).

Pengacara dengan akun Twitter @farhatabbaslaw tercatat sebagai calon anggota legislatif dari Partai Demokrat dapil Jakarta III (Jakarta Utara, Jakarta Barat, dan Kepulauan Seribu).  Farhat juga pernah bersaing memperebutkan kursi bupati lewat jalur independen, berpasangan dengan calon wakil bupati Sabaruddin Labamba di Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara untuk periode 2014-2019, namun kalah.

Aktif sekali mengomentari segala hal yang terjadi melalui kicauannya (silakan klik: Daftar Panjang Korban Kicauan Farhat Abbas).

Blog penulis memang bukan blog dengan pagerank tinggi, tapi penulis iseng saja survei. Anda tentu sudah tahu/ kenal Farhat Abbas dari media, pertanyaannya: 

Anda Dukung Farhat Abbas Jadi Presedien RI 2014???


Jika Anda kebetulan mampir ke blog ini, silakan beri komentar di bawah ini (Dukung Farhat Abbas atau tidak dan kalau bisa sekalian alasan Anda). Terima kasih...

Coba Memahami Logika Berpikir "Oknum Polisi"

Siapa pun yang melanggar peraturan lalu lintas, seharusnya dikenakan sanksi. Tidak peduli ia orang biasa, pejabat, atau polisi itu sendiri. Memang semestinya begitu, tapi praktik di lapangan sering tidak demikian.

Anda pernah melihat motor Vespa unik? Vespa unik yang penulis maksud adalah Vespa yang dimodifikasi sedemikian rupa (biasanya "aneh" ada yang ukurannya jauh lebih panjang daripada aslinya, ada yang diberi hiasan tak lazim seperti: sapu ijuk, tanduk kerbau, kaleng dan botol bekas minuman, ban bekas, atau apa saja yang tak lazim). Jadi bukan modifikasi menambah lampu atau hiasan yang lazim lainnya. Anda bisa googling dengan kata kunci: vespa unik dan antik. Pasti Anda akan menemukannya. Dan penulis sering berpapasan dengan motor Vespa begini, yang "menarik perhatian" penulis adalah plat nomor polisinya. Biasanya tak ada plat nomor polisi-nya alias sudah tidak bayar pajak lagi!

Nah... kembali ke judul tulisan ini. Saat sedang mengantar anak ke sekolah, penulis pernah berada tepat di belakang motor Vespa unik ini (tanpa plat dan tampilannya pasti membuat orang geleng kepala karena asesorisnya yang tak lazim). Saat itu ada razia motor, anehnya motor Vespa ini lewat begitu saja, sedangkan seorang pengendara motor tanpa helm di-stop (dan tentu saja ditilang).

Kejadian ini (Vespa unik tanpa plat nomor polisi tidak ditilang)  bukan hanya sekali penulis lihat, memang pengendara Vespa relatif aman dari razia. Dan ketika googling, ternyata ada yang memberi komentar, Vespa seperti ini memang jarang kena razia.

Penulis bingung dengan kondisi ini. Mengapa yang tidak bayar pajak (plus modifikasi tidak karuan, suara knalpot bising,...) dibiarkan berlalu sementara pengendara motor lain yang "cuma tidak pakai helm" justru ditilang?

Seharusnya sih keduanya ditilang (sama-sama melanggar). Tapi, menurut logika berpikir penulis, seharusnya Vespa ini yang lebih pantas ditilang. Mengapa?  

  1. Pengendara Vespa ini lebih banyak melanggar. Setidaknya melanggar 2 peraturan: tidak bayar pajak dan modifikasi yang melanggar aturan.
  2. Pelanggaran yang dilakukan Vespa lebih berdampak pada kepentingan negara (pendapatan negara berkurang karena mereka tidak bayar pajak), sedangkan pengendara lain yang tidak pakai helm (kesalahan ini lebih berdampak ke pengendara itu sendiri). Pengendara lain tidak ngebut, kalau pun ia kecelakaan dan kepalanya terbentur, itu mencelakakan diri sendiri (bukan merugikan orang lain/ kepentingan umum).  
Itu logika berpikir penulis. Entah apa yang terlintas di benak "oknum polisi" tersebut sehingga lebih memilih menilang pengendara tanpa helm tapi bayar pajak daripada menilang pengendara Vespa modifikasi nyeleneh dan tak bayar pajak (bahkan kadang tanpa helm juga). Anda bisa menjelaskan ke penulis??? Silakan tinggalkan komentar Anda...

Seandainya Saya Jokowi-Ahok

Hmmm... mengkhayal tingkat tinggi. Sebenarnya terpikir pun tidak, lha... dipilih jadi ketua kelas pun penulis tidak mau. Tapi di kondisi negara yang memprihatinkan karena banyaknya kasus korupsi, tiba-tiba muncul nama pasangan gubernur-wakil gubernur DKI Jakarta, Jokowi-Ahok, yang jauh berbeda dengan pemimpin yang selama ini ada, penulis jadi berandai-andai.

Andai saya Jokowi-Ahok. Apa yang akan penulis lakukan??? 

Mundur teratur. Itu yang penulis pilih. Mengapa?

Sepanjang yang penulis alami selama hidup, belum pernah menemukan pejabat sebaik mereka: dekat dengan rakyat (siapa pun bisa akses langsung ke mereka), kebijakannya pro-rakyat, tegas sesuai konstitusi, pemikirannya luar biasa (meski banyak yang bilang pikirannya biasa saja, tapi harus diakui, pemimpin sebelumnya banyak pencitraan, banyak gagasan tapi tak sesuai dengan praktiknya). Baru kali ini penulis melihat pemimpin yang berani mati membela rakyat, dan yang paling penting, tidak korupsi! Keduanya mendapat Bung Hatta Award untuk kejujurannya.

Mengapa jika penulis mundur teratur? Ibarat kita semua dalam sebuah kapal, ketika Jokowi-Ahok jadi pemimpin (sekarang pemimpin DKI, siapa tahu kelak pemimpin RI), yang tidak senang (baca: musuhnya luar biasa banyak). Mayoritas yang pro Jokowi-Ahok adalah rakyat (bukan para pejabat kita/ pemegang kekuasaan di pemerintahan, termasuk anggota dewan yang terhormat).

Ketika Jokowi-Ahok membereskan PKL di Tanah Abang yang semrawut, Ahok harus berhadapan dengan anggota dewan sampai preman secara langsung. Langkah yang diambil sudah benar (PKL berjualan di jalan dan menyebabkan kemacetan), tindakannya pun manusiawi (kasih kios gratis 6 bulan, dan bukan asal gusur dengan satpol PP yang main pukul), semua sesuai undang-undang, tapi mana dukungan pejabat, anggota dewan, hingga pengamat politik??? Kebanyakan tiarap, cari aman dan sebagian malah cari kesempatan dengan membelokkan masalah utama (penertiban) ke masalah yang tidak penting: omongan Ahok yang kasar dan lain-lain.

Ketika orang yang benar menjalankan undang-undang secara benar, kok malah ribut? Kemacetan di tanah Abang, bukan hanya terjadi sejak Jokowi-Ahok menjabat saja, tapi sudah puluhan tahun. Mengapa semua pihak selama ini diam saja? Tak ada yang berani??? Berada di pihak yang benar pun (menegakkan undang-undang) tidak ada yang berani menjalankannya? 

Lantas ketika tindakan ini diambil (yang kemungkinan akan berhasil baik), semua bukan membantu malah mencari-cari masalah?

Kalau sudah berurusan uang, semua memang bisa gelap mata. Selama ini "dapur ngebul" meski lewat jalur haram, tentu semua akan marah ketika akan dibersihkan. Pejabat korup tentu takut tertangkap korupsi dan marah besar "rezeki haramnya" diacak-acak. 

Pengusaha yang biasa mendapat proyek karena kolusi (bukan karena prestasi) juga akan marah besar. Intinya semua yang tidak beres, tentu akan marah jika ada orang yang ingin membuat semuanya teratur sesuai konstitusi.

Bayangkan saja Anda kerja di sebuah perusahaan yang serba leluasa. Datang telat tidak ditegur. Terima uang suap untuk meluluskan penawaran pihak swasta tidak ada yang mengganggu (karena saling menguntungkan). Kerja sesuka hati (jam kerja main ke mal, kendaraan dinas untuk keperluan pribadi, dan lain-lain), ketika ada pimpinan yang menjalankan peraturan yang ada, pasti Anda akan marah!

Ketika Jokowi meneruskan proyek monorail, yang lain sibuk berkomentar, itu sudah ada sejak pimpinan lama. Itu bukan gagasan Jokowi. Hahaha... Memang itu proyek lama, lha... mengapa proyek ini terbengkalai sekian lama?

Intinya, apa pun yang Jokowi-Ahok lakukan, selalu dinilai salah. Segala cara dicari untuk menjelekkan mereka berdua. Dari urusan SARA, cara bicara, blusukan dibilang pencitraan, tegas dibilang kasar, dan lain-lain.

Jokowi kerja keras untuk rakyat, gaji tidak diambil, baru setahun memimpin, ketika datang hujan besar masih banjir, banyak stasiun TV dan pejabat mengail di air keruh dengan mengangkat masalah ini: Jakarta masih banjir agar terlihat bahwa Jokowi-Ahok gagal.

Hahaha... Lucu dan logika berpikirnya sangat tidak logis. Penulis malah berpikir sebaliknya. Kalau hujan deras masih banjir setelah Jokowi-Ahok menjabat, penulis malah berpikir, andai pemimpin DKI jakarta bukan Jokowi-Ahok yang memimpin Jakarta, bisa jadi Jakarta sudah tenggelam!

Mengapa ramai-ramai menyalahkan Jokowi-Ahok??? Coba Anda lihat, begitu kerasnya usaha keduanya membersihkan sungai di Jakarta. Sampah di pintu air manggarai, sampah disungai dikeruk dan sampahnya langsung dibuang bukan ditimbun di pinggir sungai, sungai dibersihkan, waduk dikembalikan fungsinya sampai hari Minggu pun kadang masih kerja. Jokowi mengawasi langsung kerja bawahannya, bahkan sampai masuk ke gorong-gorong. Mana ada pejabat lain yang bekerja seperti ini??? 

Jika selama 1 tahun ini Jokowi-Ahok menjabat mereka tidak bekerja (hanya duduk di kantor sambil menunggu bawahan atau pengusaha kirim upeti, mereka berdua ikut membuang sampah ke sungai, mereka tidak membersihkan sampah dari sungai, tidak mengembalikan fungsi waduk yang dijadikan tempat tinggal, dan lain-lain), mari sama-sama kita caci maki Jokowi-Ahok!

Ahok yang begitu keras berjuang untuk rakyat, siap mati menegakkan konstitusi, juga sama. Selalu dicari-cari kesalahannya. Ketika Ahok menantang "Siapa berani memasang lembaran anggaran sampai lembar ketiga di situs pemprov-nya, siapa yang berani secara terbuka menantang KPK untuk memeriksa berapa hartanya, berapa pajak yang dibayarnya, apakah kekayaannya sesuai dengan penghasilannya" tidak ada yang menanggapi hal ini. 

Cuma berani mencari-cari kesalahan lain yang tidak penting. Sampai LSM semacam Fitra pun mencari-cari kesalahan dan ketika ditantang, diam tak menjawab. 

Balik ke judul posting ini "Seandainya Saya Jadi Jokowi-Ahok", apa yang akan penulis lakukan??? Ya itu tadi, mundur teratur!  Jalan sudah lurus, rakyat sudah dibela, kosnstitusi sudah ditegakkan, pejabat korup, preman yang kehilangan jatah, pengusaha hitam, semua bahu-membahu mencari-cari kesalahan dan sangat mungkin berusaha melenyapkan Jokowi-Ahok. Untuk apa saya menyia-nyiakan hidup ini seolah "berjuang sendiri" (rakyat mendukung tapi tak punya kuasa) dan harus siap membayar dengan nyawa!   

Ada anak istri menunggu di  rumah. Uang? Keduanya sudah mapan secara ekonomi. Wiraswasta ataupun kerja di perusahaan swasta pun pasti banyak yang akan menerima Jokowi-Ahok dengan gaji jauh di atas yang mereka terima selama ini. Untuk apa berjuang seperti ini???

Untungnya Jokowi-Ahok tidak seperti penulis yang egois memikirkan diri sendiri, mereka tetap bekerja meski tak digaji tapi banyak dicaci maki. Penulis hanya bisa berdoa, semoga Tuhan melindungi mereka berdua agar Indonesia jadi lebih baik.


NB: 
Ketika nama Jokowi menduduki sebagaian besar tempat teratas di berbagai survei calon presiden, segala cara dilakukan agar beliau tidak maju (calon lain yakin tak akan menang jika bersaing dengan Jokowi). Penulis yakin, jika beliau maju, lawannya akan kalah telak seperti kemenangan Jokowi di Solo pada periode kedua. Segala cara dicari untuk menjatuhkan beliau, salah satunya dengan mengatakan "Pemimpin yang baik harus menjalankan amanatnya, ia dipilih jadi gubernur DKI Jakarta untuk masa 5 tahun, selesaikan dulu." 

Hahaha... Kita semua sedang naik kapal, nahkoda-nya memang sudah ada. Andaikan saja Jokowi hanya ABK yang kebetulan dulu punya pengalaman sebagai nahkoda di kapal kecil, pemilihan nahkoda baru 1 bulan lagi, tugas Jokowi sebagai ABK untuk masa 5 tahun. Kini kapal akan tenggelam, kita biarkan saja cari orang lain untuk menahkodai kapal besar ini, meski ia tak punya pengalaman (biar ia penumpang biasa, tak punya pengalaman sebagai nahkoda, yang penting ia tidak sedang menjalankan amanatnya sebagai petugas di kapal yang terikat masa jabatan yang belum selesai)? Jika ya, marilah kita berdoa, semoga kapal ini tidak tenggelam.


Catatan penulis:
Jokowi-Ahok hanyalah manusia biasa. Penulis yakin, mereka pastilah memiliki kekeliruan/ kesalahan dalam menjalankan tugasnya. Tapi melihat apa yang telah mereka lakukan, penulis yakin mereka tulus. Jadi, jika ada kekeliruan dalam menjalankan tugas, itu lebih condong sebagai kekhilafan sebagai manusia. Penulis yakin itu bukan kesengajaan untuk mencari keuntungan pribadi. 

Tulisan ini hanya ungkapan pribadi seorang warga negara. Penulis bukan anggota PDIP atau Gerindra, juga bukan simpatisan, bukan pejabat publik, bukan warga DKI Jakarta, bukan saudara Jokowi-Ahok, bukan siapa-siapa. Hanya satu dari sekian juta warga negara yang begitu bersemangat melihat fakta ini, ternyata di bumi pertiwi ini, masih ada orang seperti mereka: antikorupsi, yang bekerja membela kepentingan rakyat bukan untuk kepentingan pribadi.    

Entah-nya Iwan Fals dan Come Away Melinda-nya Uriah Heep

Akhir Desember 2012 penulis sekeluarga berlibur ke Yogyakarta. Waktu berkeliling kota gudeg dengan mobil Avanza rental, penulis mendengar lagu-lagu yang diputar dari CD milik mobil yang kami sewa. Awalnya penulis tidak begitu memperhatikan lagu-lagu apa yang diputar (lagu barat yang penulis sendiri kurang begitu suka).

Tapi saat intro sebuah lagu, penulis berpikir, "Aneh.... di CD lagu barat ini kok terselip lagu Indonesia?" Sebagai seorang yang suka lagu-lagu Iwan Fals, penulis yakin intro lagu itu sama dengan intro lagu Entah-nya Bang Iwan. Asyik nih ada lagu Entah-nya Iwan Fals batin penulis dan spontan bersiul mengikuti irama lagu.

Tapi pas masuk ke lagu, eh bukan lagu Entah. Langsung saja penulis lihat cover CD tersebut dan mencari tahu apa sih judul lagu itu.

Nah...hari ini, secara tak sengaja penulis mendengar lagu Entah, maka teringat lagi lagu barat yang punya intro sama. Langsung deh googling dan penulis menemukannya. Lagunya sih beda, hanya intro-nya yang sama. Silakan simak deh...  








Come Away Melinda-nya Uriah Heep dirilis tahun 1970 (album Very ‘eavy… Very ‘umble). Entah-nya Iwan Fals dari album Ethiopia dirilis tahun 1986.

Kehidupan Ratu Atut dan Rakyat Banten

Kehidupan Ratu Atut Chosiyah (Gubernur Banten), berbanding terbalik dengan kehidupan rakyatnya. Meskipun jika uang yang digunakan Ratu Atut adalah uang halal (bukan hasil korupsi), tetaplah tidak pantas gaya hidup seorang pemimpin seperti ini, di saat rakyat hidup prihatin, pemimpinnya berfoya-foya.


Untuk memperbesar tampilan, silakan klik pada gambar/ foto







Berita tentang perjuangan anak-anak sekolah yang mempertaruhkan nyawa saat akan sekolah karena harus melewati jembatan gantung yang nyaris putus dan menyeramkan ini diberitakan di media asing: koran Daily Mail, The Telegraph, dan New York Daily.

Ke manakah peran pemerintah dan wakil rakyat Banten hingga tidak tahu ada kejadian seperti ini di daerahnya??? 

PNS Tidak Digaji

"Pegawai Negeri Sipil tidak digaji" begitulah yang terlintas di benak penulis saat masih SD dulu. Mereka (PNS) mendapatkan uang dari apa yang mereka lakukan saat itu, ya seperti pedagang saat jual beli barang. Pikiran seperti ini muncul karena melihat dan mendengar orangtua mengurus dokumen apa pun harus bayar dan biayanya mahal (lebih dari biaya yang seharusnya). Itu info yang penulis dengar (hasil menguping pembicaraan orangtua) dan penulis menarik kesimpulan: PNS tidak dapat gaji. 

Misalkan (ini hanya misalnya) buat KTP Rp 30.000 (sedangkan biaya semestinya Rp 5.000), dan selisihnya Rp 25.000 itulah PNS mendapatkan gaji mereka. Lain halnya dengan pegawai swasta yang menerima gaji sebulan sekali (bukan setiap hari seperti halnya pedagang dan PNS).

Lucu juga kalau ingat hal ini. Hingga dewasa, hal ini masih berlangsung (biaya mengurus dokumen lebih mahal daripada ketentuan atau yang secara ketentuan gratis, jadi tidak gratis di lapangan). Tentu saja sekarang logika berpikir penulis sudah beda, perbedaan biaya antara tarif resmi dengan kenyataan adalah korupsi.

Sekarang ini, mungkin sudah ada (belum bisa dikatakan banyak) perubahan yang terjadi di bidang birokrasi. Biaya yang dikenakan dan waktu penyelesaian sesuai prosedur. Dari pemberitaan di dunia maya, penulis tahu bahwa setidaknya di Solo dan Jakarta (di bawah pimpinan Jokowi), serta di Surabaya (di bawah pimpinan Ibu Risma Ttri Rismaharini) birokrasi sudah diperbaiki. Mungkin juga di daerah lain. 

Semoga saja semakin hari, keadaan Indonesia semakin membaik. Pimpinan yang baik (jujur), tentu ingin korupsi diminimalisir (bahkan dihilangkan).  Teknologi informasi berkembang begitu pesat. Semua warga bisa mengakses internet dari ponselnya, warga bisa akses langsung ke pimpinan tertinggi di daerahnya. 

Semua info (biaya pengurusan dokumen, syarat yang diperlukan, waktu maksimal pembuatan) bisa dipajang di situs resmi pemerintahan, jika memang pimpinannya ingin daerahnya bersih dari korupsi. Untuk apa ada korupsi jika beliau sendiri (pimpinan) bersih dan tidak dapat setoran dari bawahan?

Sudah saatnya semua birokrasi dipangkas habis, layani masyarakat karena memang mereka digaji untuk itu. Kalau bisa dipermudah, mengapa harus mempersulit rakyatnya? 

Sudah saatnya pimpinan melakukan apa yang dikatakan dan mengatakan yang dilakukan. Jangan hanya pasang slogan besar di kantornya: Jangan urus dokumen lewat calo, tapi praktik di lapangan, birokrasi yang dipersulit membuat yang mengurus frustasi hingga akhirnya menyerahkan pengurusan dokumen lewat calo (yang terkadang tidak lain adalah oknum di instansi yang bersangkutan sendiri, kalaupun pihak luar, tentu bekerja sama dengan oknum di instansi tersebut). 

Slogan perlu dipasang besar-besar, tapi praktik yang sesuai slogan jauh lebih penting. Rasanya "hil yang mustahal" jika para pegawai instansi tidak tahu jika ada calo berkeliaran di sana. Calo ini sehari-hari berkeliaran di sana, hafal seluk beluk di sana, serta kenal dengan para pegawai di sana.

Jokowi yang jadi walikota dan gubernur pun tidak mengambil gajinya (memberi teladan), mengapa para PNS yang di bawahnya (juga di atasnya) yang sudah terima gaji dan segala fasilitas masih sibuk mengumpulkan uang tak halal untuk kantong pribadinya?

Orang Baik Boleh Dibunuh???

Diskusi ini terjadi di FaceBook teman. Statusnya tentang korupsi, koruptor seharusnya dihukum mati biar jera.  Lalu bermunculan komentar pro dan kontra soal hukuman mati yang katanya melanggar HAM (Hak Asasi Manusia).

Hukuman mati itu melanggar HAM. Penulis juga tidak begitu setuju soal hukuman mati. Tapi dalam tulisan ini, penulis hanya ingin bahas sedikit sudut pandang yang berbeda. Coba melihat logika berpikir kita dari sisi lain.

Setiap menyinggung hukuman mati (entah untuk koruptor atau penjahat lain) pasti bersinggungan dengan masalah HAM.

Hukum mati memang melanggar HAM, jika kita melihat dari sisi terdakwa. Tapi bagaimana dari sisi keluarga korban atau korban itu sendiri?

Anda tentu pernah membaca pembunuhan sadis. Sekeluarga yang terdiri suami, istri, dan  anak dibunuh. Ada karena dendam, ada karena perampokan tapi korban dibunuh karena jika dibiarkan hidup akan jadi saksi mata. Bahkan anak kecil sekalipun, hanya karena terbangun dan menangis saat perampokan terjadi, anak itu dibunuh. Lalu kisah lain adalah pembunuhan disertai mutilasi.

Jika terdakwa dihukum mati, itu melanggar HAM??? Bukankah mereka justru telah terlebih dulu merampas HAM korban (hak untuk hidup). Lebih tragisnya, korban dalam posisi yang lebih buruk. Bisa jadi korban itu sama sekali tidak bersalah (hanya korban perampokan dan dibunuh agar tak jadi saksi mata).

Kalaupun pembunuhan karena dendam, korban langsung dibunuh tanpa diadili dulu (tak ada saksi yang memperkuat tuduhan pelaku, korban tak ada kesempatan membela diri, apalagi didampingi pengacara, kadang dibunuh secara sadis, tidak bisa naik banding, tidak bisa mengajukan kasasi, mengajukan peninjauan kembali, tidak bisa minta grasi). Jadi korban yang belum tentu bersalah (malah bisa jadi orang baik, pemilik rumah yang dirampok) bisa diperlakukan semena-mena dan dibunuh! Tidak ada yang membela korban dan mengatakan pelaku pembunuhan melanggar HAM.

Tapi ketika pelaku tertangkap, ia akan diadili terlebih dahulu. Boleh bertemu keluarga, bisa menggunakan jasa pengacara, boleh membela diri, boleh meminta saksi yang meringankan, bisa menyogok aparat penegak hukum, dan nanti kalau pun dinyatakan bersalah dan dijatuhkan hukuman mati, masih bisa naik banding, ajukan kasasi, peninjauan kembali, sampai minta grasi. Padahal jelas-jelas ia penjahat. Sampai saat akan dieksekusi pun (jarak waktu putusan hukuman mati dengan bisa lama sekali, mungkin keburu mati karena tua atau sakit), dan saat akan dieksekusi masih diberi kesempatan ditemani pemuka agama untuk persiapan mental, diberi kesempatan mengajukan permohonan terakhir. Cara "mematikannya" terdakwa ini pun diatur sedemikian rupa "yang tidak menyakitkan/ menyiksa." Jadi tidak mungkin kulitnya disayat pisau lalu ditetesi air jeruk nipis dan lain-lain. Jasadnya nanti diserahkan ke keluarga untuk dimakamkan.

Korban pembunuhan? Bisa dibunuh dengan berbagai cara (sesuka pembunuh, bahkan bisa disiksa atau diperkosa/ disodomi dulu baru dibunuh), dimutilasi, lalu ditenggelamkan ke sungai, dan lain-lain. Jasadnya kadang tidak ditemukan atau ditemukan tapi dalam keadaan tidak utuh. 

Hukuman mati (kalaupun ada) untuk koruptor juga tidak lebih buruk daripada terdakwa pembunuh. Bahkan koruptor bisa mendapat perlakuan yang jauh lebih baik. Jika kelak akan dijatuhi hukuman mati, pasti banyak yang membela dengan dalih hukuman mati melanggar HAM.

Seperti halnya penjahat (kriminal pembunuhan), mereka terlebih dulu merampas HAM korbannya. Koruptor menyengsarakan banyak rakyat. Seharusnya orang miskin bisa berobat gratis, uang untuk itu dikorupsi sehingga rakyat miskin susah mendapat fasilitas pengobatan (hanya bisa pasrah, menunggu mukjizat kesembuhan sehingga ada jargon: orang miskin dilarang sakit). Koruptor menyengsarakan (juga mematikan/ membunuh) rakyat. Sampai-sampai  dana untuk korban bencana alam pun (gempa, tsunami,...) masih dikorup juga. Raskin (beras untuk rakyat miskin), tetap juga dikorupsi. Dana pembangunan rumah ibadah dan dana pengadaan kitab suci pun dikorup.Info tentang korupsi bisa klik: Direktori KORUPTOR Indonesia dan Direktori Berita KORUPSI di Indonesia

Lantas teringat ucapan orang-orang yang anti-hukuman mati. Hukuman mati melanggar HAM. Padahal sebelumnya, pelaku kejahatan terlebih dulu merampas HAM (hak hidup korbannya dan terkadang bukan hanya satu nyawa). 

Logika berpikir jadi terbalik dalam situasi seperti ini: "Orang baik boleh dibunuh, pelaku kejahatan tak boleh dihukum mati karena melanggar HAM."

Tradisional atau Modern, Anda Pilih Mana?

Antara tradisional dan modern, Anda pilih ke mana? Kalau Anda ditanya seperti itu, apa jawaban Anda?

Bagi penulis, soal apa dulu? Makanan tradisional seperti lemper dan kue nagasari yang dibungkus dengan daun pisang terasa lebih lezat daripada lemper dan nagasari yang dibungkus plastik.  Penulis pilih yang tradisional.

Tapi jika dihadapkan pada pengelolaan secara tradisional dan modern, penulis lebih sering memilih yang modern.

Belanja buah di pasar tradisional dan buah di pasar modern (swalayan), penulis lebih sering pilih pasar modern. Bukan untuk sok kaya atau tidak berpihak pada yang tradisional. Pengalaman sejak masa kecil (ikut ibu ke pasar) lalu dibanding dengan belanja di pasar modern (swalayan), penulis akhirnya memutuskan pilih belanja di pasar modern.


Lebih Jujur
Soal timbangan yang kurang mungkin sering juga Anda alami. Beli buah jeruk 1 kg, saat ditimbang dibilang 1 kg, tapi saat Anda timbang di rumah atau tempat lain, beratnya kurang dari 1 kg. Itu bukan masalah baru, masalah klasik.

Kadang harga yang ditawarkan tak terduga. Jika Anda tak hafal harga pasaran, jangan coba-coba belanja ke pedagang tradisional. Tawar kemurahan Anda bisa dimaki, tawar sedikit Anda dapat belanjaan dengan harga mahal. Anda lambat memilih, tangan pedagang dengan lincahnya mengambil yang kurang bagus lalu memasukkannya ke dalam kantong plastik lalu menimbangnya. Kadang buah yang dijadikan tester dan yang dijual berbeda rasanya.

Di swalayan? Anda merasa mahal, tidak usah beli. Harga yang tertera sudah harga pas. Anda mau pilih buah atau barang lain selama yang Anda suka, tak ada yang komplain. Anda mau makan tester saja dan tidak beli, tidak masalah. Timbangan lebih akurat sampai satuan terkecil (gram) sekalipun. Sudah ditimbang dan diberi label harga pun, jika Anda merasa itu kemahalan, Anda bisa tinggalkan saja. Anda berani coba begini pada pedagang buah tradisional (sudah ditawar dan sepakat soal harga, Anda sudah pilih, sudah ditimbang, lalu Anda bilang tidak jadi)???


Beda Orang, Beda Harga
Bukan sekali dua kali beli makanan di pedagang makanan kaki lima (bubur, kupat tahu, nasi kuning, dan lain-lain), selalu dengan harga orang baru jika bukan beli di tempat biasa.

Istri penulis beli bubur dalam perjalanan ke kantor. Pembeli sebelumnya sudah dibungkuskan 2 porsi dan bayar Rp 7.000 (si penjual dengan gesitnya mengambil uang lalu menyimpan ke sakunya), tapi istri penulis melihat dengan jelas Rp 7.000 (uang kertas Rp 5.000 dan Rp 2.000).

Istri pesan 1 bungkus yang biasa (tanpa tambahan telur, hati ampela, dan lain-lain, hanya bubur, suwiran ayam, kerupuk yang memang sudah standar). Saat akan bayar, penulis iseng tanya, berapa bang? "Lima ribu..." jawab penjual bubur di jalan Cibaduyut itu. Rata-rata pedagang seperti itu tidak mau memajang daftar harga!


* * * * * * * * * * *

Penulis juga punya banyak pengalaman seperti ini. Waktu membeli nasi kuning di dalam kompleks, sudah biasa dan langganan, seporsi Rp 3.500. Waktu penulis pesan, seorang bapak baru selesai makan dan hendak membayar. "Berapa Bu?" tanya bapak itu. "Apa saja?" tanya ibu penjual nasi kuning. "Nasi kuning dan 1 bala-bala" jawabnya. "Lima ribu" jawab si ibu.

Penulis hanya bisa diam saja. Bala-bala (gorengan, termasuk tahu goreng, comro, tempe goreng, dan lain-lain) biasa dijual Rp 500 per buah. Seharusnya Rp 4.000, tapi karena memang si bapak itu bukan orang kompleks sini, dikasih harga spesial jadi Rp 5.000.


Matematika Korupsi

Entah jajan di sekitar lapangan olahraga di dekat rumah, dalam perjalanan, atau tempat lain, penulis sering mengalami hal ini (harga di luar harga biasa). Selesai makan, penulis sering naik darah karena harga makanan yang dinaikkan sesuka hati penjual.

Seminggu lalu, istri penulis melihat pedagang baso malang keliling. Cuaca hujan, si bapak penjual sedang berteduh di depan warung yang sudah tutup. Karena kasihan, istri penulis membeli baso malang. "Pak, harga gorengannya berapa, baksonya berapa?" "Gorengan (ada bakso goreng, siomay, pangsit,...) Rp 500, bakso besarnya Rp 3.500" kata bapak penjual. Memang harus tanya dulu agar tidak dibohongi. Kalau mahal, tak usah beli. Itu karena kami belajar dari pengalaman selama ini.

Istri penulis bilang, "Gorengannya 8, baksonya 4" dan penjual itu memasukkan pilihan istri penulis ke mangkuk yang kami bawa dari rumah.

Setelah selesai, istri bertanya "Pak, berapa semuanya?" Si penjual menjawab "Nggg... Dua puluh empat ribu... eh tiga puluh enam ribu." 

Istri penulis kaget. "Pak, 8 kali Rp 500 = Rp 4.000, 4 kali Rp 3.500 = Rp 14.000, Rp 4.000 tambah Rp 14.000 = Rp 18.000" kata istri penulis. Penjualnya hanya bilang "Oh ya... Rp 14.000" tanpa minta maaf (ini indikasi bukan salah hitung tapi sengaja).  Sepertinya itu trik yang biasa dilakukan. Kalau pembeli tidak komplain, pasti tertipu. Harga Rp 14.000 bisa jadi Rp 36.000 (2 kali lipat).

Jualan Berharap Belas Kasihan
Ada pedagang pot bunga keliling kompleks dengan pikulan. Penjualnya sudah tua, pantas disapa kakek. Sebenarnya tidak ada niat untuk membeli pot, tapi karena kasihan istri memanggil penjual pot lalu memilih salah satu dagangannya.

"Berapa" tanya istri penulis. "Dua belas ribu..." jawab kakek penjual bunga. Tanpa tawar, istri penulis lalu membayar dengan uang Rp 10.000 dan Rp 5.000. Si kakek menerima uang itu lalu memasukkan sakunya dan bersiap-siap membereskan dagangannya untuk pergi. Istri penulis bilang "Kek, uang saya Rp 15.000, uang kembaliannya belum." Mau tahu jawaban si kakek? "Oh... mau uang kembalian?" kata si kakek. 

   
* * * * * * * * * * *

Tapi rekan penulis bilang yang tradisional punya kelebihan: boleh hutang dulu dan kalau makan seperti di warteg, makan dulu baru bayar. Di rumah makan modern, bayar dulu baru makan. Kalau mau curang, di warteg lebih gampang, tinggal kurangi jumlah makanan yang kita makan. Hahaha... 

* * * * * * * * * * *

Cari uang memang makin sulit. Persaingan makin ketat. Menangkanlah persaingan itu dengan pelayanan yang baik, harga yang wajar, tidak curang (baik dari segi barang maupun perhitungan harga), itu cara terhormat.

Kesimpulan penulis:
  1. Jika ingin belanja, cari penjual yang memiliki daftar menu yang bertuliskan harga. Jika tidak ada, tanyakan dulu harganya.
  2. Jika ditanya soal harga, penjual berpikir sejenak baru menjawab, itu indikasi curang. Setiap hari ia jualan bubur, tapi saat ditanya berapa seporsi dia berpikir lama (harus saya naikkan jadi berapa ya buat orang ini)?
Dengan cara seperti itu pun penulis masih bisa tertipu. Waktu makan di jalan Malioboro, Yogyakarta, kami makan di pedagang kaki lima (lesehan). Penjual menyodorkan daftar menu sekaligus bon makanan (tertera harganya), nah kalau begini aman, pikir penulis. 

Setelah selesai makan, penulis siap bayar (penulis sudah tahu jumlah yang harus dibayar karena saat memesan pun penulis sudah kalkulasikan nasi berapa porsi, ayam berapa potong, pecel lele, dan lain-lain). Minum hanya air teh tawar yang umumnya gratis (di menu tak tertulis harga air teh tawar). 

Semuanya berapa Pak?  Penjual lalu menyebut totalnya, ternyata beda sepuluh ribu. Penulis minta bon-nya, ternyata sambal 1 pisin (piring kecil) untuk makan lalap, ternyata seporsi Rp 5.000 dan di meja kami diberi 2 porsi sambal.

Umumnya, air teh tawar, air kobokan, lalap, sambal, tisu, tusuk gigi = GRATIS. Bagaimana ingin dapat uang lebih dari  turis yang hanya makan sekali dan tidak dikenal ini, pikir pedagang. Sambal saja disuruh bayar.

Bolehlah trik-nya. Lain waktu mungkin air kobokan, tisu, dan tusuk gigi yang Anda ambil tapi tidak tertera di bon bisa jadi ditambahkan harganya pada bon makan Anda.

Ya, sambal 2 porsi di meja kami sebenarnya itu pelengkap untuk pecel lele 2 porsi (termasuk lalap) dan biasanya gratis. Lain halnya jika kami kuat makan sambal dan minta tambahan sambal, itu mungkin masuk akal jika dikenakan biaya sambal tambahan.

Video untuk Para Koruptor

Apa beda koruptor dengan orang-orang di video berikut?


Orang-orang dalam video ini  mendapat kesempatan kaya (kebetulan menemukan uang dalam jumlah banyak) tapi mereka merasa itu bukan miliknya dan mengembalikan kepada pemiliknya.

Koruptor (terutama pejabat/ PNS)? Mereka mengaku ingin memperjuangkan atau melayani rakyat lalu mengeluarkan uang dalam jumlah besar agar dapat posisi penting lalu menciptakan kesempatan untuk mengambil uang negara (uang rakyat) untuk kepentingan pribadi. Mengembalikan??? Tertangkap tangan pun mereka beralasan itu uang hasil jual bisnis berlian, itu uang titipan teman, bahkan ada yang mengusulkan potong jari untuk koruptor sampai menyatakan bersedia digantung jika ia korupsi (yang sebenarnya saat dilantik pun mereka sudah bersumpah sesuai agama masing-masing untuk tidak korupsi). 

Siapa peduli sudah bersumpah dengan kitab suci, disaksikan semua orang atau tidak? Yang penting bisa kaya dan bahagia di hidup sekarang ini, setelah mati itu urusan nanti...


Pedagang Lebih Suka yang Membeli Sedikit

Penulis mencoba memahami pola pikir para pedagang makanan di bawah ini, tapi tetap tidak menemukan alasan yang tepat apa kebenaran di balik tindakannya, yang ada mungkin hanya pembenaran...

Pedagang umumnya ingin mencari pembeli atau pelanggan yang banyak, mendapat keuntungan sebanyak mungkin (dengan cara yang wajar tentunya).


Tidak Suka yang Beli Banyak
Di mana-mana, jika kita membeli dalam jumlah banyak, umumnya disukai penjual/ pedagang. Kita akan diberi harga khusus, kadang harga sama tapi diberi bonus, dilayani dengan baik, dan lain-lain. Tapi di beberapa pedagang makanan (sebut saja pedagang kupat tahu), penulis mendapat perlakuan yang kurang enak. 

Beli 10 bungkus, penulis dilayani. Saat membungkus untuk penulis, tiba-tiba ada pembeli lain datang, "Bu, beli 1 bungkus" kata pembeli yang baru datang. Pesanan penulis baru 2 bungkus yang siap, bungkus ketiga ini bukan untuk penulis tapi untuk pembeli yang baru datang.

Pertama penulis toleran untuk kejadian pertama. Mungkin itu langganannya atau saudara atau tetangganya. Tapi ketika datang lagi pelanggan lain, pesanan penulis baru 4 bungkus, ada pembeli lain yang pesan 1 bungkus, juga yang beli 1 bungkus didahulukan.

"Kasihan nanti tunggu lama" kata ibu penjual. Sementara penulis dan orang di rumah dibiarkan menunggu lama, padahal datang dan antri duluan. Ketika calon pembeli ketiga datang, dan hal yang sama terjadi, penulis putuskan sampai di situ saja. Bila hanya 5 bungkus, cukup 5 bungkus saja. Masih banyak makanan lain (termasuk penjual kupat tahu lain).

Penulis bisa juga kalau mau melakukan hal yang sama. "Bu, pesan 1 bungkus." Begitu selesai, "Bu, pesan 1 bungkus lagi" dan ketika selesai lagi, "Bu, pesan 1 bungkus lagi, dan seterusnya sampai sesuai jumlah pesanan. Pesan 1 bungkus akan didahulukan, pesan banyak akan diminta menunggu. Karena kasihan yang pesan 1 bungkus harus menunggu lama.

Kejadian ini bukan pada satu pedagang saja, di beberapa pedagang penulis mengalami hal yang sama. Mestinya di gerobak (atau di Bandung disebut roda) tempat ia berjualan dipasang tulisan: Maaf, kami prioritaskan yang beli dalam jumlah sedikit saja.

Terus terang, penulis tidak menemukan logika berpikir pedagang seperti ini. Menurut penulis, tidak perlu memihak yang mana (yang beli banyak atau yang beli sedikit), siapa yang datang dulu, dilayani dulu. Itu saja.

Beli 10 bungkus, hanya menghabiskan 2 kantong kresek ukuran sedang (tiap kantong kresek bisa diisi 5 bungkus). Kalau melayani 10 orang yang masing-masing membeli 1 bungkus? Perlu 10 kantong kresek kecil, perlu 10 kali memberikan uang kembalian, dan lain-lain.

Di mana-mana, pembeli dalam jumlah banyak (grosir) dapat harga lebih murah atau setidaknya dapat fasilitas lebih.

Negara Ini Butuh Teladan...

Akhir Aguastus 2013 lalu, saat nilai rupiah anjlok hingga Rp 11.300 per dolar-nya, pengamat ekonomi, Faisal Basri agar para pejabat menjual dolar-nya. Entah apakah sebelum mengeluarkan pernyataan ini, Fasal Basri telah menjual simpanan dolar-nya?

* * * * * * * * * * *

Liputan 6 menurunkan tulisan: "6 Pejabat Negara Pemilik Dolar Terbanyak." Berdasarkan data Lembaran Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) KPK, ini nama 6 pejabat penyimpan dolar terbanyak: 


  1. Wiendu Nuryanti, Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia bidang Kebudayaan. Harta per 1 Februari 2012, mencapai Rp 10.561.365.731 (dolar AS US$ 1.616.887 atau lebih dari Rp 17 miliar), tepatnya Rp 17.535.139.515 dengan kurs Rp 10.845 per dolar AS. 
  2. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Harta Ketua Umum Partai Demokrat itu per 4 Mei 2012 mencapai Rp 9.328.377.172 (dolar AS S$ 589.189 atau lebih dari Rp 6 miliar), tepatnya Rp 6.389.754.705, dengan kurs Rp 10.845 per dolar AS.
  3. Panglima TNI Jenderal Moeldoko. Hartanya per 25 April 2012 mencapai Rp 32.185.223.702 (dolar mencapai US$ 450 ribu atau lebih dari Rp 4 miliar), tepatnya Rp 4.880.250.000, dengan kurs Rp 10.845 per dolar AS.
  4. Menteri Keuangan Chatib Basri. Harta 18 September 2012, Harta mantan Kepala BKPM itu mencapai Rp 10.379.258.225 (dolar mencapai US$ 365.506 atau hampir Rp 4 miliar), tepatnya Rp 3.963.912.570, dengan kurs Rp 10.845 per dolar AS.
  5. Mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Harta per 21 Mei 2010, Rp 17.290.847.398 (dolar AS mencapai US$ 393.189 atau lebih dari Rp 4 miliar), tepatnya Rp 4.264.134.705, dengan kurs Rp 10.845 per dolar AS.
  6. Kapolda Sumatera Selatan Irjen Saud Usman Nasution. Harta per 10 Januari 2013 mencapai Rp 12.661.901.503 (dolar AS yang mencapai US$ 100 ribu atau lebih dari Rp 1 miliar), tepatnya Rp 1.084.500.000 dengan kurs Rp 10.845 per dolar AS.

Mengenai harta yang dimiliki Presiden SBY, Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha menyatakan kekayaan orang nomor satu di Indonesia itu dapat dipertanggungjawabkan.

Menurut Julian, tak ada yang salah terkait kepemilikan harta Presiden SBY. Karena selama ini selalu menunaikan kewajiban membayar pajak dan menyerahkan LHKPN. 

Sementara, Wamen Wiendu belum bisa memberikan komentar karena sedang menggelar rapat. "Ibu Wamen juga akan rapat di Wapres," kata ajudan Wiendu kepada Liputan6.com. (sumber: http://news.liputan6.com/read/676002/6-pejabat-negara-pemilik-dolar-terbanyak).

Penulis hanya menemukan berita berjudul ini: "KSAD Janji Jual Tabungan Dollar demi Bantu Penguatan Rupiah."

Berikut kutipan beritanya dari Kompas:

Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Moeldoko menyatakan berencana menjual simpanan uang dollar AS-nya untuk membantu upaya pemerintah menguatkan kembali nilai tukar rupiah. "Akan saya jual (dollar simpanan). Ini bentuk tanggung jawab moral bersama untuk menjaga stabilitas ekonomi negara," kata Moeldoko di Palembang, Selasa (27/8/2013) malam. Pernyataan ini merupakan tanggapan atas usul ekonom Faisal Basri yang meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan contoh menjual simpanan dollar AS menyikapi kondisi perekonomian Indonesia. 

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/08/28/0607157/KSAD.Janji.Jual.Tabungan.Dollar.Demi.Bantu.Penguatan.Rupiah


 * * * * * * * * * * *

Entahlah apakah pejabat yang lain ada yang menjual dolarnya? Para pejabat yang konon katanya akan mengutamakan kepentingan rakyat yang dipimpinnya, akan berbakti kepada bangsa dan negara seharusnya menjadi teladan (ini menjual lho, bukan menyumbangkan).

Penulis jadi teringat pada apa yang diucapkan Ahok alias Basuki Tjahaja Purnama (wagub DKI Jakarta). Kurang lebih beliau mengatakan: 

"Sekarang ini kita tidak perlu sampai korban nyawa seperti pahlawan di masa lalu. Cukup tidak korupsi saja, itu sudah cukup."

Atau Ahok juga pernah mengatakan "Ayo siapa pejabat yang berani, tantang KPK, periksa harta saya, periksa berapa penghasilan saya dan pajak yang saya bayar. Apakah harta yang saya miliki sesuai dengan penghasilan saya."

  * * * * * * * * * * *

Penulis lihat, tidak banyak pejabat yang berani secara frontal menyatakan hal ini. And abisa menduga mengapa tidak banyak yang berani menjawab tantangan ini. Kalau bersih, mengapa harus takut???

Yang banyak ditanggapi justru hal-hal yang kurang perlu: Ahok kurang sopan, perkataannya tidak layak untuk seorang pemimpin (penulis balik bertanya, mana yang lebih tidak baik: bicara apa adanya yang bagi sebagian orang yang anti-Ahok dikatakan tidak sopan, atau bicara manis di depan publik tapi praktiknya nol besar, ngomong akan men-sejahtera-kan rakyat, praktiknya lebih fokus memperkaya diri sendiri dan keluarga, dan lain-lain). 

Banyak hal tidak penting yang dibicarakan dengan tujuan mengalihkan dari masalah utama. Sebentar lagi kita merayakan Hari Pahlawan (10 November 2013), mampukah pejabat negeri ini menjadi pahlawan dan memberikan keteladanan. 

Buktikan jika cinta tanah air dan bangsa ini. Jangan hanya melalui slogan kampanye, ucapan di depan pers, tunjukkan saja lewat perbuatan. Cukup buktikan tidak korupsi, Anda adalah pahlawan di masa kemerdekaan ini. Berani???

Anda SMS Spam, Nomor Ponsel Anda Dipajang di Sini

Zaman teknologi informasi sekarang ini, banyak tempat untuk beriklan. Yang modal minim bisa memasang iklan di jalan (tiang listrik, pintu toko, pagar rumah, dan lain-lain). Yang bisa berinternet, di internet banyak sekali tempat pasang iklan yang gratis.

Sekarang banyak yang menggunakan SMS untuk beriklan (iklan SMS dikategorikan sebagai spam, pengirimnya disebut spammer).

Iklan spam seperti ini sangat mengganggu. Ada spam dari operator dan yang lebih menjengkelkan adalah spam dari perseorangan. Entah dari mana mereka mendapatkan nomor ponsel saya karena saya tidak mempublikasikannya secara terbuka. Entah data dijual pihak operator kepada pihak ketiga atau para spammer ini hanya asal acak nomor saja.

Yang paling menjengkelkan adalah SMS spam tersebut masuk ke ponsel di waktu tidur (saat tidur ponsel penulis pada waktu tertentu memang tidak di-silent). Kadang memang sengaja karena takut ada keluarga terdekat yang ada keperluan penting, kadang terlupa di-silent.

Bisa Anda bayangkan, jika sedang tidur, pada jam tidur tersebut (sekitar pukul 22.00 sampai 05.00 WIB) ada SMS masuk. Pasti kaget dan menduga ada kabar penting atau kabar buruk dari keluarga. Tapi setelah dibuka, hanya SMS iklan!!!

Anda boleh saja beriklan, tapi ikuti aturan umum yang berlaku. Jangan mengganggu orang. Anda beriklan, tentu berharap produk Anda laku terjual, nomor ponsel Anda dikenal orang. Penulis tidak dapat membantu Anda karena iklan spam, produknya pasti tidak akan penulis beli. 

Penulis bantu Anda dengan mencantumkan nomor ponsel Anda di blog ini. Anda pasti terbantu (ketika orang googling), nomor ponsel Anda akan muncul di mesin pencari (jadi terkenal). Tapi nomor Anda penulis cantumkan sebagai spammer

Berikut nomor ponsel spammer yang teramat sangat mengganggu privasi:

  1. 085748421349 Jasa sebar SMS iklan murah (minat hub. 0816558640). Kirim SMS tanggal 02-11-2013
  2. 085624506068 Tiket pesawat (yang minat hub: 085793678555, asiatravel.com)
    Kirim SMS tanggal 01-11-2013
  3. 085778455712 Kredit tanpa agunan hub. 085811184807, 081296370808, 02149661692 (Alya). Kirim SMS tanggal 10-10-2013 (yang ini siang hari).
  4. 085624138578 E-tiket pesawat hub. 085759353222 pin BB 282ff231 www.asiatravel.com. Kirim SMS tanggal 09-10-2013
  5. 085645191078 Jasa sebar iklan, hub 0816558640. Kirim SMS tangggal 25-09-2013
  6. 085732953907  Jual alat pengusir tikus elektronik, transfer setelah barang diterima (???), free ongkir. Kirim SMS ke: 081214711587. Kirim SMS tanggal 11-09-2013
  7. 085649160682 Jual alat usir tikus elektronik. SMS jenis barang, nama, alamat ke: 081216905588. Kirim SMS tanggal 11-09-2013
  8. 085702317125 jual video, barang dikirim dulu. Minat, kirim SMS ke 08562995517. Kirim SMS tanggal 18-11-2013


  
Yang di bawah ini penipu:
  1. 085721884831: Pah, tolong beliin pulsa dulu 100ribu ke no. 081218754688. Kirim SMS tanggal 30-10-2013
  2. 085691954915: Nasabah BRI, Anda mendapat cek tunai 27 juta dari BRI pin: ijh76k79, kunjungiwww.britama2013.webs.com, info lengkap hub. 021-3671-3972
    Kirim SMS tanggal 20-10-2013
  3. 085749043662 Besok kirim aja ke Mandiri a/n Rahmi Istiyana No. rek. 131-001146-1078. Kirim SMS tanggal 14-10-2013
  4. 085776045415 Nasabah Mandiri, Anda mendapat cek tunai 30 juta dari Mandiri, nomor seri Anda: bs8k22m. Info 021-3678-5836 www.mandirifiesta2013.co.vu
    Kirim SMS tanggal 21-09-2013
  5. 08567519541 Pin pemenang Anda 277fg49 berhak mendapat hadiah cek tunai 20 juta, info www.indosatpoin2.blogspot.com kirim SMS 29-11-2013
  6. 085722461916 Anda dapat hadiah dari isi ulang M-Tronik. Info: www.mtronik-pusat.webs.com. Kirim SMS tanggal 20-01-2014




Siapa akan menyusul untuk masuk dalam daftar SMS spammer ini? Hitung-hitung promo negatif untuk usaha Anda. Info akan terus diperbaharui...


abcs