Mengenang Laksamana Muda John Lie

Dalam rangka proklamasi kemerdekaan ke-66 Republik Indonesia, banyak berita terkait pejuang kemerdekaan. Saat browsing, penulis menemukan sebuah tulisan menarik: "John Lie: Menyelundupkan Senjata untuk Republik."
Selama ini penulis nyaris tak pernah mendengar nama John Lie dalam sejarah perjuangan kemerdekaan bangsa ini. Entah terlupakan atau memang sengaja dilupakan. Membaca tulisan itu, membuat mata penulis berkaca-kaca, terharu. Sama halnya ketika membaca tentang sosok Bung Hatta, sang proklamator yang begitu sederhana dan jujur. Kisah tentang Bung Hatta silakan klik: Bung Hatta
Siapa John Lie dan bagaimana perannya dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia, silakan klik links ini: "John Lie: Menyelundupkan Senjata untuk Republik." Dirgahayu Negriku, Jayalah Bangsaku MERDEKA... MERDEKA... MERDEKA...


Anda Berani Melawan Arus???

Banyak yang berujar, "Saya hanya mengalir saja. Tidak ngotot mau ini itu." Maksudnya tentu orang ini bekerja dengan sebaik mungkin lalu berserah diri pada Tuhan. Terserah saja bagaimana hasilnya. Intinya tidak terlalu ngotot dalam memperjuangkan sesuatu.

Dalam kesempatan lain, penulis mendengar "Seperti halnya ikan, yang ikut arus itu ikan mati. Jadilah seperti ikan salmon yang berenang melawan arus, bahkan melompati air terjun."

Rekan kerja penulis lain lagi, "Kalau ingin berenang melawan arus, berenanglah di tepian. Kalau Anda tidak kuat melawan arus, Anda bisa segera berpegangan dan tidak hanyut terbawa arus."

Prinsip tersebut tidak ada yang lebih benar. Semua tergantung kita. Mana yang lebih pas untuk kita, itu yang kita jalani.

Dalam kehidupan bermasyarakat, hidup berlawanan dengan arus (meski itu benar), tentu tidak mudah. Terlebih yang kita lawan itu jumlahnya jauh lebih banyak. Kita yang benar, bisa terlihat seperti orang salah yang nekat.

Seorang rekan kerja penulis yang lain berujar, "Ada 3 orang yang tidak boleh Anda lawan. Pertama: orang berkuasa, kedua: orang kaya, dan ketiga: orang gila.

Kita melihat banyak orang-orang yang gigih berjuang demi kebenaran (bukan pembenaran), tapi tak banyak yang sukses. Perjuangan tidak mudah, terlebih berlawanan dengan orang yang berkuasa. Sebut saja pejuang HAM: Munir.

Lalu ada Inu Kencana Syafiie, yang gigih berjuang membongkar kebobrokan di Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) tempat beliau mengajar. Posting ini terinspirasi ketika membaca berita tentang Pak Inu Kencana.

Salut buat para pejuang yang berjuang menegakkan keadilan di muka bumi. Berjuang pantang menyerah dan tak takut apa pun demi menegakkan kebenaran dan keadilan. Resiko apa pun berani mereka hadapi. Anda ingin baca info terbaru tentang Inu Kencana yang menginspirasi penulisan posting ini? Silakan klik: Inu Kencana Terpaksa Berbagi Tempe

Bahaya Menonton Pertandingan Secara Live

Anda penggemar olah raga? Katakanlah sepak bola. Menonton pertandingan olah raga secara langsung (di stadion) bukan siaran live melalui layar TV, tentu sangat mengasyikkan. Anda pasti rela mengeluarkan uang ekstra, siapkan waktu khusus, antri tiket, plus membawa segala pernak-pernik untuk mendukung kesebelasan Anda.

Tapi tahukah Anda, menonton pertandingan olah raga (olah raga apa saja) sangat membahayakan! Bahaya apa? Mungkin Anda berpikir: korban tawuran antar suporter? Bisa jadi. Tergencet saat mengantri tiket? Boleh jadi. Tapi ada bahaya yang lebih dari itu. Apa itu? Tertangkap polisi!

Ada 2 fakta yang akan penulis kemukakan di sini. Pertama: Gayus Tambunan. Gara-gara menonton pertandingan tenis secara live di Bali (padahal seharusnya masih menghuni Rumah Tahanan Brimob Kelapa Dua, Depok). Wajahnya tertangkap kamera wartawan Kompas, maka hebohlah Indonesia (beritanya, klik: Tribun News). Hukuman yang diterima akan bertambah karena "pelarian" ini.

Kedua, Nazaruddin (mantan bendahara umum Partai Demokrat). Bila Gayus sempat menonton pertandingan tenis di Bali, Nazaruddin yang baru berniat nonton pertandingan sepak bola secara live di Bogota, eh... keburu tertangkap polisi saat masih menunggu pesawat di Bandara Cartagena (Kolombia). Beritanya, klik: Republika

Ehm... serius sekali Anda membaca posting ini. Tulisan kali ini, hanya sebagai "guyonan" tak perlu ditanggapi secara serius. Ide menulis posting ini berawal dari seringya penulis membaca berita "aneh" di Yahoo News. Sering sekali penulis menemukan berita yang terasa "aneh" (baca: tidak bermutu) di Yahoo News. Entah karena mereka salah kutip, salah menerjemahkan, penjelasannya kurang lengkap, editor kurang jeli memilih berita, atau karena hal lain.

Salah satunya bisa Anda baca dengan meng-klik links ini: Pendidikan Rendah Beresiko Terserang Gagal Ginjal?


Pada poin ke-4 tentang mereka yang beresiko tinggi mengalami gagal ginjal disebutkan: Pendidikan Rendah. Penjelasannya hanya: "Orang yang pendidikannya rendah, mempunyai kecenderungan atau risiko lebih tinggi untuk mengalami gangguan ginjal."


Kontan saja ini memicu banyak pembacanya yang berkomentar (silakan Anda baca). Lho yang pendidikan tinggi (dokter bahkan spesialis penyakit dalam pun) bisa terkena gagal ginjal, tulis pembaca. Ada pembaca yang coba menjelaskan bahwa: Karena pendidikan rendah, mereka tidak memahami mana makanan yang baik dan tidak baik bagi kesehatan, yang penting kenyang dan seterusnya.

Kalau penjelasan pendidikan rendah, mungkin lebih pas diarahkan karena pendidikan rendah, dapat kerja dengan gaji rendah, maka makanan yang diperoleh tidak sesuai dengan kriteria makanan sehat dan seterusnya. Mungkin ini "lebih bisa diterima" oleh pembaca.

Lantas penulis berpikir, kalau "hasil penelitian" itu berkesimpulan demikian, hampir semua penyakit faktor resiko tingginya bisa ditulis: pendidikan rendah.

Salah satu resiko tinggi orang terserang sakit perut adalah pendidikan rendah. Karena pendidikan rendah, dia tak paham tentang makanan yang sehat. Dia suka jajan sembarang, waktu akan makan tidak mencuci tangan dulu, maka dia gampang terserang sakit perut.

Salah satu resiko tinggi orang terserang kerusakan mata (minus) adalah pendidikan rendah. Karena pendidikan rendah, dia tak paham bagaimana cara membaca yang baik. Dia suka membaca di tempat yang kurang cahaya-nya, membaca sambil tiduran, nonton TV dengan jarak yang sangat dekat, kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin A, dan seterusnya, maka matanya cenderung lebih gampang rusak dan harus dikoreksi dengan kacamata.

Penyakit apa saja, kalau kita tak paham tentang makanan sehat, kurang olah raga, tidak istirahat yang cukup, tidak menjaga kesehatan, dan seterusnya, ya termasuk orang beresiko tinggi. Ya tidak???

Balik ke judul posting ini "Bahaya Menonton Pertandingan Secara Live" jangan terlalu ditanggapi serius. Ini hanya sebagai sindiran tentang berita-berita tidak bermutu.

Nonton pertandingan olah raga hanya berbahaya bagi koruptor atau buronan orang yang masuk DPO (Daftar Pencarian Orang). Anda orang biasa? Aman-aman saja kok. Buat koruptor? Mungkin dari tempat persembunyiannya bisa nonton pertandingan olah raga via TV atau kalau mau nonton live, mungkin bisa pilih alternatif lain: nonton konser musik, nonton acara sulap, atau yang lain. Mudah-mudahan saja peruntungannya lebih baik.
Tautan
* * * * *
Berikut berita-berita "aneh" di Yahoo News yang penulis temukan (kriteria indikasi "aneh" alias tidak bermutu berdasarkan: isi berita sebenarnya bukan hal baru, judul tidak sejalan dengan isi, dan lain-lain). Salah satunya juga dari komentar dari pembacanya (banyak komentar negatif atas berita tersebut):

  1. Enggak Lagi Deh Bawa Ponsel ke Toilet (mungkin Anda mengira radiasinya lebih tinggi di dalam toilet atau hal ilmiah lainnya, siap-siap saja kecewa membaca info ini)
  2. Jadi Bintang Iklan, Irfan Bachdim Panen Rupiah (tak ada penjelasan berapa iklan yang menggunakan jasa Irfan Bachdim, berapa nilai kontraknya, silakan baca komentar pembacanya).




Kasih adalah Tindakan, Bukan Cuma Diucapkan

Ini merupakan kisah nyata yang terjadi di China, seorang yang cacat memiliki kasih dan kepedulian yang begitu tulus sehingga mampu memberikan uang yang dimilikinya saat dilakukan penggalangan dana.

Orang cacat ini berjalan di depan meja "donation." Kami berpikir, dia akan lewat saja. Ternyata dia berkata: "Saya ingin menyumbang!" lalau dia menuang koin dari mangkuknya.

Para petugas mengulurkan tangan ingin membantu, tapi dia ingin melakukannya dengan tangannya sendiri.

Kami semua tak bisa berkata-kata. Ia memberikan semua yang diperoleh dengan usahanya sendiri, kepada lembaga amal.

"Saya masih punya uang," katanya dengan antusias sambil merogoh saku celananya. Ia mengambil beberapa lembar uang 10 dollar dan… menyumbang!











Makna dari kisah ini:
"Sesungguhnya jika kita berbuat kebaikan, Kita BUKAN hanya sedang membantu orang atau makhluk lain, namun sesungguhnya kita sedang membantu diri kita sendiri agar menjadi lebih bahagia. Pembaca, temukanlah kebahagiaan dengan memberi."

"Memberi tidak harus selalu berupa materi tetapi dapat dilakukan dengan jasa/ pelayanan, bahkan ketika kita dapat memberikan sebuah senyuman yang tulus kepada orang lain, hal itu sungguh sangat indah."


Sumber: Email kiriman Widya Putra

123 untuk 3 Diva alias DI3VA

Ups, kok penulis jadi menulis tentang artis ya? Jadi blog gosip dong? Tidak juga. Penulis tertarik dengan hal-hal unik. Nah pas online membaca berita "perpisahan" Titi DJ dan Ovie, lantas terlintas, "Kok jadi unik begini ya?" Makanya penulis putuskan untuk menulis posting ini. Tidak untuk bergosip.

Siapa yang tak kenal 3 Diva yang akhirnya berganti nama menjadi DI3VA? Ruth Sahanaya, Krisdayanti (KD), dan Titi Dwijayati atau dikenal dengan nama Titi DJ. Urutan nama 3 diva pop ini berdasarkan urutan tinggi badan. Benar ya?

Bukan untuk bergosip ria dan menceritakan keburukan orang lain. Kok bisa pas ya, personel 3 diva ini punya pengalaman berkeluarga yang berbeda-beda. Menikah 1 kali, 2 kali, dan 3 kali.

Ruth atau akrab disapa Uthe, menikah 1 kali dengan Jeffry Woworuntu. Moga rukun selamanya.

KD menikah 2 kali, dengan Anang Hermansyah dan Raul Lemos.

Titi DJ menikah 3 kali, dengan Bucek Depp, Andrew Hollis Dougharty, dan Ovie (gitaris /rif).

abcs