Artikel No. 56-60

56. Tidak Disiplin

Macet sudah mulai menjadi bagian dari keseharian dari warga Bandung. Karena apa? Salah satunya pertambahan jumlah kendaraan yang lebih cepat daripada pertambahan ruas jalan, transportasi umum yang belum nyaman, tidak disiplin warganya, dan lain-lain. Ini adalah masalah klasik kota besar.

Pada beberapa titik, menurut penulis kemacetan disebabkan tidak disiplinnya warga. Fasilitas yang ada tidak digunakan sebagaimana mestinya. Trotoar untuk pejalan kaki dipakai untuk berjualan pedagang kaki lima. Akibatnya pejalan kaki menggunakan jalan yang seharusnya untuk kendaraan. Ini tentu memakan ruas jalan, jalan makin sempit.

Hanya itu? Pedagang kaki lima lapis kedua pun memakai badan jalan untuk berjualan. Ini diperparah dengan angkot yang mangkal, dan tak jarang jalan juga dipakai untuk lahan parkir (misalnya di jalan Otista, dekat Tegallega). Akibatnya ruas jalan yang bisa untuk 4-5 jalur, hanya bisa digunakan 1-2 jalur.

Pelajaran: Jalan lancar dan tidak macet bila kita disiplin.

***********

57. Tidak Konsisten

Kemarin sewaktu berjalan-jalan bersama keluarga, penulis melihat reruntuhan bangunan kios, sisa penggusuran di sebuah daerah di Bandung.


Mengapa selalu saja siklus ini berulang? Pedagang kaki lima (PKL) menggelar barang dagangan seadanya di trotoar, tak ada reaksi. Lalu mereka menggunakan gerobak yang bisa dipindah (dibawa pulang pada malam hari). Usaha berkembang, dagangan makin banyak. Gerobak malas dibawa pulang. Gerobak dibiarkan dengan pengamanan rantai dan gembok, Tidak ada reaksi. Kemudian bangun lapak dari kayu. Tetap tak ada reaksi. Bangun lapak semi permanen (kayu plus beton), sampai akhirnya jadi bangunan permanen dari beton, terkadang plus jaringan listrik di area terlarang.

Setelah area terlarang penuh bangunan, barulah tramtib/ satpol PP bereaksi untuk menggusur bangunan tersebut karena melanggar UU Tata Ruang Kota.

Mengapa tidak sedari awal dilarang? Mengapa tidak diminta sejak awal dan baru ada 1 atau 2 orang PKL?

Pelajaran: Marilah kita konsisten sejak awal.


***********

58. Gang Senggol

Anda sering memperhatikan lingkungan sekitar Anda? Perhatikan jalanan yang makin macet, perhatikan gang di lingkungan Anda yang makin sempit.

Kemacetan banyak sebabnya. Prosentase pertambahan jumlah kendaraan yang jauh lebih besar daripada pertambahan ruas jalan, tidak disiplinnya pemakai jalan, PKL, dan masih banyak lagi.

Mahalnya harga tanah, membuat orang mencari solusi sesukanya. Lihatlah tembok di depan pabrik yang jadi kios, pinggiran rel kereta api jadi gubuk liar, trotoar atau kaki lima di depan toko dan mal jadi lapak PKL.

Tak boleh ada “lahan kosong” yang menganggur. Ada tanah kosong tak berpagar, dibangun gubuk. Ada got besar di antara 2 rumah atau toko, dibuat kios, ada “gang yang dirasa luas” dibangun kios di sisinya. Akibatnya gang makin sempit. Semula bisa dilalui 2 motor, kini jadi gang senggol (2 orang berpapasan saja harus bersenggolan). Bila kelak digusur? Pastilah timbul kericuhan.

Pelajaran: Kapan kita percaya “Mencegah lebih baik daripada mengobati?”

***********

59. Akrobat Jalanan

Penulis yakin, Anda pun sering menyaksikan akrobat jalanan. Yang penulis maksud bukan pemain sirkus syang beraksi di jalan. Tapi seorang pengendara motor memegang stang motor dengan tangan kanan dan tangan kiri mengetik SMS. Sebentar mata ke depan melihat jalan, sebentar ke tangan kiri.

Luar biasa hebat! Tidak mudah memecah konsentrasi seperti ini. Coba kedua tangan Anda memegang pena, lalu gambar 2 hal berlainan (sebelah kiri menggambar segitiga, kanan menggambar lingkaran). Umumnya keduanya jadi gambar lingkaran atau segitiga atau keduanya jadi tak karuan.

Tidak banyak orang bisa mengerjakan 2 hal berbeda yang membutuhkan konsentrasi dalam waktu bersamaan.

Coba Anda perhatikan bila seseorang yang Anda ajak bicara serius, tapi dia sedang mengerjakan sesuatu. Komunikasi tak lancar (jawaban tak nyambung).

Sudah banyak yang tewas akibat tabrakan karena ber-SMS sambil mengendarai motor (menabrak mobil, ditabrak kereta api).

Pelajaran: Kerjakanlah 1 hal dengan konsentrasi penuh.

***********

60. Tertipu Termehek

Termehek-mehek (TM) adalah salah satu acara TV favorit penulis dan istri. Sejak awal TM yang bertajuk reality show ini memang sudah menarik perhatian karena ending-nya yang tak terduga.

Surprise dan mirip kisah di novel, batin penulis. Acara ini jadi tak terlewatkan setiap Sabtu dan Minggu.

Namun akhirnya muncul kecurigaan, apa benar ini reality show? Banyak sekali kejanggalannya. Penulis googling di internet. Ternyata hal ini sudah ramai diperbincangkan.

Ada yang kenal dengan salah satu “pemain” TM, kejadiannya tak seperti itu, dan masih sederet kejanggalan lain. Penulis SMS ke seorang rekan yang kerja di sebuah PH. Itu rekayasa, kata MS, sambil membeberkan sejumlah fakta. “Percayalah pada saya” ujar MS.

Waktu membuktikan, TM bukanlah reality show (sekarang ditulis drama reality). Why sejak awal tak ditulis seperti KPK (Kumpulan Perkara Korupsi)? Reka ulang diperagakan oleh model?

Kini TM dan banyak tayangan sejenis tak lagi jadi tontonan.

Pelajaran: Tertipu = menyakitkan!
abcs