Undangan Pernikahan Enam Bahasa (Berita)

Kali ini bukan acara pernikahannya yang masuk Muri tapi kartu undangan pernikahan yang dinilai unik. Pernikahannya sendiri baru akan dilangsungkan 1 Juni mendatang. Calon pengantin, Hendry Filcozwei Jan (33) dan Linda (30), membuat kartu undangan berbentuk kubus di mana kata-katanya menggunakan enam bahasa yakni: Indonesia, Prancis, Jerman, Inggris, Mandarin, dan Pali. Bisa jadi undangan pernikahan berbentuk kubus dengan menggunakan enam bahasa, bukan saja pertama di Indonesia tapi juga di dunia. Karenanya tak heran kreativitas ini dianggap Muri sebagai suatu yang unik dan pantas dicatat.


“Selain menggunakan enam bahasa, secara teknis pembuatan kartu undangan itu juga unik karena bisa dibentuk menjadi kotak. Prestasi ini layak dimasukkan dalam koleksi museum rekor,” ungkap Jaya Suprana, ketua Muri, beberapa waktu lalu.


Hendry dan Linda, memang telah jauh-jauh hari merancang undangan pernikahan mereka. Keduanya ingin membuat sesuatu yang berkesan untuk hari yang berbahagia itu. “Undangan ini kami buat atas inisiatif sendiri,” ujar calon pengantin dari Bandung ini saat presentasi di gedung Muri, Semarang.


Dikutip dari tabloid Tokoh, 13-19 Mei 2003, hal. 11


Undangan Menggunakan Enam Bahasa (Berita)

Pengantin Asal Bandung Masuk Museum Rekor


SEMARANG, (PR).
Museum Rekor Indonesia (Muri) Semarang menyambut positif prestasi yang diciptakan calon pasangan pengantin asal Bandung karena menciptakan karya membuat undangan yang menggunakan enam bahasa. “Keenam bahasa yang dituangkan dalam undangan tersebut yakni bahasa Indonesia, Prancis, Jerman, Inggris, Mandarin, dan bahasa Pali,” kata Direktur Muri Semarang, Dr. Jaya Suprana, di Semarang, Jumat.

Di samping menggunakan enam bahasa, secara teknis untuk pembuatan kartu undangannya juga dinilai spesifik karena bisa dibentuk menjadi kotak sehingga prestasinya itu layak dimasukkan menjadi koleksi museum rekor. Menurut Jaya, prestasi dari calon pengantin asal Bandung dalam pembuatan kartu undangan pernikahannya yang unik itu baru pertama kali maupun langka dan setelah menjadi koleksi museum rekor bisa dijadikan percontohan kepada masyarakat.

“Setelah dilakukan uji keabsahan di Muri Semarang, Kamis (30/1) karya kartu undangan yang dicetak calon pengantin asal Bandung itu membuktikan bahwa produk kartu undangan itu layak dikembangkan di masyarakat,” katanya. Bahkan, katanya, dengan langsung dimasukkannya menjadi koleksi museum rekor di Semarang, bisa menjadi percontohan kepada masyarakat pentingnya seseorang atau kelompok masyarakat untuk berprestasi yang lebih gemilang.

Sejak Muri Semarang berdiri 27 Januari 1990 sampai HUT-nya yang ke-13, jumlah rekor yang sudah menjadi koleksi telah mencapai 833 buah. Sementara itu, informasi yang dihimpun dari calon pengantin asal Bandung yakni Hendry Filcozwei Jan (33) dan Linda (30) ketika uji keabsahan di Semarang, mengakui bahwa hasil karya untuk membuat kartu undangan yang dinilai unik itu menggunakan enam bahasa merupakan inisiatif sendiri. Ini terkait dengan rencana untuk menikah tanggal 1 Juni 2003 yang akan datang. (ant)***




Dimuat di harian Pikiran Rakyat, Sabtu, 01 Februari 2003 hal. 7

Rekor: Undangan Pernikahan Enam Bahasa, Masuk MURI (Berita)

Semarang, 31 Januari 2003 10:14
Museum Rekor Indonesia (MURI) Semarang menyambut kreativitas sepasang calon pengantin asal Bandung yang membuat undangan dalam enam bahasa.

"Keenam bahasa dalam undangan tersebut masing-masing Bahasa Indonesia, Perancis, Jerman, Inggris, Mandarin dan Pali," kata Direktur MURI Semarang, Dr. Djaya Suprana, di Semarang, Jumat.

Selain menggunakan enam bahasa, secara teknis pembuatan kartu undangan itu juga dinilai unik, karena bisa dibentuk menjadi kotak, sehingga, kata tokoh kelirumologi ini, prestasinya ini layak dimasukkan menjadi koleksi museum rekor.

Menurut Jaya, kartu undangan enam bahasa ini, pertama kali di Indonesia.

Menurut pengakuan kedua calon pengantin itu, Hendy Filcozwei Jan (33) dan Linda (30), karya kartu undangan unik itu merupakan inisiatif mereka sendiri. Mereka berencana menikah 1 Juni 2003.

"Setelah dilakukan uji keabsahannya di MURI Semarang, Kamis (30/1), karya unik itu layak untuk dikembangkan di masyarakat," tambah Jaya Suprana.

Sejak MURI Semarang berdiri 27 Januari 1990,jumlah rekor yang sudah menjadi koleksi mencapai 833 buah. [Tma, Ant]


Dikutip dari majalah Gatra, bisa dilihat langsung di sumbernya, silakan klik: Majalah Gatra


Pencipta “Bangawan Solo” Masuk Muri

Kendati sudah berusia 85 tahun, Gesang Martohartono masih lantang bernyanyi. Tanpa diiringi musik, pria kelahiran Surakarta 1 Oktober 1917 itu melantunkan lagu langgam “Bengawan Solo” di aula Museum Rekor Indonesia (Muri) untuk memenuhi permintaan tim penguji.

Dia dinyatakan sebagai seniman tertua yang masuk dapur rekaman sehingga berhak mendapatkan penghargaan dari Muri. Album terbaru Gesang berjudul Sebelum Aku Mati digarap di studio GNP Jakarta dan Pusaka Semarang pada Agustus dan September 2002.

Sertifikat rekor bernomor 839 diserahkan sendiri oleh Ketua Umum Muri, Jaya Suprana kepada Gesang. “Saya sangat kagum kepada Pak Gesang. Lagu-lagunya saya temukan di beberapa negara yang pernah saya kunjungi, seperti Cina, Jepang, dan Korea,” ujar Jaya.

Album tersebut terdiri atas 10 lagu ciptaan Gesang dan 2 lagu milik orang lain. Seluruh lagu dinyanyikan secara duet dengan beberapa bintang langgam dan keroncong seperti Waldjinah, Sundari Soekotjo, Tuti Tri Sedya, dan Sri Widadi.

Selain Gesang, beberapa pemegang rekor baru juga menerima sertifikat. Di antaranya MN Andrean Susilodinata (12) sebagai master nasional catur termuda Indonesia, Ayu Okvitawanli (11) sebagai penulis novel termuda, dan Masngudin (82) yang mampu tidur telentang di antara dua punggung kursi.

Sedangkan calon pemegang rekor yang diuji antara lain Yohanes Haryono, pemilik beo nias yang bisa bersiul 13 macam lagu, Drs. Sukanto, guru pembina yang berhasil membuat karya ilmiah terbanyak, dan Seger Wicaksono yang mampu melakukan push up 63 kali dalam waktu 55 detik dengan tumpuan ibu jari.

Ir. Catrini S. Utami cukup unik karena memiliki organ tubuh terbalik. Posisi jantungnya berada di rongga dada kanan, usus buntu di sebelah kiri, dan liver atau hati juga terletak di sebelah kiri.

Ada pula Roza Delima yang mampu menulis dengan huruf terkecil, yakni 10x5mm, Drs. HR Suharjiman yang dapat menulis latin sebanyak 93 kata dari kanan ke kiri dalam waktu 7 menit 5 detik, dan Abdul Halim yang mampu membuat kumis palsu terpanjang.

Hendry Filcozwei Jan dan Linda membuat undangan pernikahan berbentuk kubus dengan enam bahasa berbeda, sementara Teddy Yosua Sanjaya mampu memantulkan bola ke lantai sebanyak 494 kali secara nonstop.

Menurut Manajer Muri, Paulus Pangka, SH, pihaknya akan menunggu reaksi masyarakat selama sekitar sebulan setelah pengujian. Bila tidak ada yang mengklaim pengujian tersebut, maka mereka berhak mendapat sertifikat rekor Muri. Rekor bisa tumbang bila di kemudian hari ada yang mampu mengungguli. (Asep BS-45)


Dikutip dari Suara Merdeka, Jumat, 31 Januari 2003, hal. XIII dan XIV

Rekoris & Cover Terbalik (Surat Pembaca)

Saya punya uneg-uneg nih… Saya berharap SeRu! menjadi pelopor dalam mempopulerkan kata rekoris, usulan saya untuk sebutan bagi pemegang rekor Muri. SeRu! sudah memulainya di edisi 3 (hal. 50), sayang di edisi 5 kata rekoris tidak dipakai lagi.


Cover SeRu! yang “bolak-balik terbalik” adalah ciri khas (mungkin yang pertama di Indonesia, bisa jadi masuk Muri nih…), tapi cuma 2 edisi kok langsung menghilang? Di edisi 3 saya maklum karena rambut Ecih yang panjang. Tapi edisi 4 kok tidak “bolak-balik terbalik” lagi?


Kalau menulis adanya pemecahan rekor, sebisa mungkin sajikan data (nama & catatan rekor lama sebagai pembanding). Contohnya rekor baru gebuk drum (ada data rekor baru dan lama). Di liputan “Sapu Tangan Tertua…” tak disebutkan misalnya rekoris lama slip gaji terbanyak adalah Jumeno asal Batang (disimpan sejak 1971). Atau di liputan “SeRu! Pecahkan Rekor” tak ada data rekoris lama. Misalnya teriakan terkeras rekoris wanita 118 db yang tak terpecahkan itu atas nama Fitriana Linawati asal Purbalingga.


Di edisi 4 tertulis Hari Mulyono usia 32 (lahir 1970), Lastri ibunya 40 tahun. Gak salah nih? Itu artinya sang ibu melahirkan Hari saat berusia 8 tahun, dan mungkin nikahnya saat usia 7 tahun. Kalau benar, bisa jadi ini rekor baru Muri.


Sekian surat saya, sukses selalu untuk SeRu!

Hendry Filcozwei Jan, SE



Terima kasih atas usul, saran & kritik Bung Hendry, sang rekoris yang namanya berulang kali tercatat di Muri (termasuk saat memecahkan rekor sendiri menyusun koin tertinggi dalam acara “SeRu! Pecahkan Rekor” ).


Sebagaimana cover edisi 3, cover edisi 4 tak kami buat bolak-balik karena cover depan dan belakang memiliki satu “tarikan napas” yang sama- sama-sama tentang manusia muka mbletot.


Seingat kami, Anda pernah berjanji untuk mengirim tulisan khas ke SeRu! ke redaksi SeRu!. Ayo, kami tunggu lho.



Surat Pembaca ini dimuat di majalah SeRu! 08/08-21 Januari 2003 hal. 13


*************************


Kata rekoris semula dipakai di majalah SeRu! dengan memberi tanda kutip “Rekoris” tapi akhirnya resmi dipakai (termasuk untuk judul berita/ headline), tanpa tanda kutip lagi. Usulan kata penggunaan kata rekoris telah disampaikan ke berbagai pihak yang sering berhubungan dengan rekoris.


Beberapa di antaranya: Prisma Entertainment yang memproduksi tayangan Rekor Nekat, Avicom yang memproduksi Luar Biasa (saat ditayangkan, di bawah nama saya tertulis Rekoris), Shandika Widya Cinema yang memproduksi Bussseeet!, ke tabloid Tokoh, dan berbagai pihak yang mewawancarai saya. Saat menulis artikel/ feature sehubungan dengan rekor, saya juga memakai kata rekoris. Beberapa yang telah menggunakan kata ini antara lain: harian Galamedia, majalah intern BVD (Berita Vimala Dharma), majalah sekolah, Gita, dan pada Buku Mini Tanda Kasih (souvenir pernikahan kami). Harapan saya ke depan, kata rekoris semakin memasyarakat, dan pada akhirnya bisa masuk ke dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

abcs